Halaman

Jumat, 15 Juni 2012


LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
AVERTEBRATA AIR














OLEH  :



DIAN RESKY PRATIWI
I1A1 10 048


Laporan Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah Avertebrata Air







PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

HALAMAN PENGESAHAN
Judul                           :  Laporan Lengkap Praktikum Avertebrata Air
Laporan Lengkap        :  Sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah Avertebrata Air
Nama                           :  DIAN RESKY PRATIWI
Stambuk                      :  I1A1 10 048
Kelompok                   :  II (Dua)
Program Studi             :  Manajemen Sumberdaya Perairan


Laporan Lengkap ini
Telah diperiksa dan disetujui oleh :



Koordinator Asisten                                                                            Asisten Pembimbing




MUH. FAJAR PURNAMA                                                   TRI MULYANI
           I1A2 08 036                                                                      I1A1 09 018



Mengetahui
Koordinator Dosen Mata Kuliah




 Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc.
NIP. 1966 1210 1991 03 1 005


.......Desember  2011
Tanggal Pengesahan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Lengkap Praktikum Avertebrata Air, ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.Penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua yang sangat membantu, baik dalam membantu memberi semangat, doanya dan materinya. Dosen, koordinator asisten, asisten pembimbing yang telah banyak membimbing dalam pelaksanaan praktikum serta teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Laporan Lengkap Avertebrata Air ini selain bertujuan sebagai syarat untuk mengikuti ujian praktikum juga bertujuan untuk menambah pengetahuan mahasiswa dalam ilmu perikanan khususnya mengenai Avertebrata Air.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dalam pembuatan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi, isi, penulisan dan lain-lain untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun sangat penulis harapakan guna penyempurnaan laporan-laporan selanjutnya.
          Demikian laporan lengkap ini penulis buat semoga bermanfaat bagi para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca laporan ini.

Kendari,   Desember 2011

                       

               Penulis                                               
RIWAYAT HIDUP
 DIAN RESKY PRATIWI, Lahir Tanggal 12 November 1992 di Wawotobi (Sulawesi Tenggara). Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Firdaus poapa dan Hadijah. Riwayat pendidikannya berawal dari SDN 8 Baruga (Kendari) pada tahun 1998, kemudian tamat di SDN 1 Wundulako  (Kolaka) tahun 2004. Tahun 2007 tamat di SMPN 1 Wundulako (Kolaka) dan tamat SMAN 1 Wundulako (Kolaka) pada Tahun 2010. Sekarang Penulis masih melanjutkan studinya di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari melalui jalur Beasiswa Bidik Misi dan hingga semester tiga ini Penulis masih aktif perkuliahan.


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................
ii
KATA PENGANTAR................................................................................
RIWAYAT HIDUP.....................................................................................
iii
iv
DAFTAR ISI ..............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
vi
DAFTAR TABEL.......................................................................................
ix
I.          Filum Porifera............................................................................................
1
II.       Filum Coelenterata.....................................................................................
9
III.     Filum Brachiopoda……………………………………………………….
22
IV.     Filum Mollusca..........................................................................................
30
V.       Filum Annelida...........................................................................................
44
VI.     Filum Crustacea..........................................................................................
56
VII.  Filum Echinodermata.................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN



DAFTAR GAMBAR
Gambar                                              Teks                                        Halaman
1
Morfologi Spons (Callyspongia sp.)………………………….
2
2
Morfologi Spons (Callyspongia sp.)………………………….
6
3
Anatomi Spons (Callyspongia sp.)……………………………
6
4
Morfologi Ubur-Ubur (Aurelia sp.)………………………...…
11
5
Morfologi Karang (Coral sp.)…………………………………
12
6
Morfologi Anemon (Metridium sp.)…………………………..
13
7
Morfologi Ubur-Ubur (Aurelia sp.)..………………………….
18
8
Morfologi Karang (Coral sp.)…………………………………
18
9
Morfologi Anemon (Metridium sp.)……………………….…..
19
10
Morfologi Kerang lentera (lingula unguis)................................
23
11
Morfologi Kerang lentera (Lingula unguis)...............................
27
12
Anatomi Kerang lentera (Lingula unguis).................................
27
13
Morfologi Burungo (Telescopium telescopium)……………....
32
14
Morfologi Kalandue (Polymesoda sp)………………………...
33
15
Morfologi Cumi-cumi (Loligo sp.)…...………………….….…
34
16
Morfologi Gurita (Octopus sp.)…………………………..……
35
17
Morfologi Burungo (Telescopium telescopium)………………
39
18
Morfologi Kalandue (Polymesoda sp)………………………..
39
19
Anatomi Kalandue (Polymesoda sp)…………………………
39
20 
Morfologi Cumi- Cumi (Loligo sp)……………………………
40
21
Morfologi Gurita (Octopus sp)………………………………..
40
22
Morfologi Cacing laut ( Nereis sp.)...........................................
46
23
Morfologi Cacing tanah ( L.  terrestris).....................................
47
24
Morfologi Lintah (Hirudo sp.)...................................................
48
25
Morfologi Cacing Laut (Nereis sp.)……………………….......
53
26
Morfologi Cacing Laut (Nereis sp.)…………………………...
53
27
Morfologi Lintah (Hirudo sp.)………………………………...
53
28
Morfologi udang windu (panaeus monodon)………………....
57
29
Morfologi udang putih (Panaeus marguensis)…………….….
58
30
Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)…………………...
59
31
Morfologi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)……….....
60
32
Morfologi Lobster (Panulirus spp.)…………………………...             
61
33
Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)………………...
66
34
Morfologi Udang Putih (Penaeus merguensis)………………..
66
35
Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)………………..….
67
36
Morfologi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)………….
67
37
Morfologi Lobster  (Panulirus spp.)…………………………..
68
38
Morfologi Teripang (H.  scabra)………………………………
73
39
Morfologi Bintang Laut (P.  nodosus).......................................
74
40
Morfologi Bintang ular (O.  nereidina)……………………….
75
41
Morfologi Bulu Babi (D.  sitosum)............................................
76
42
Morfologi Teripang Pasir (Holothuria scabra)………………..
82
43
Anatomi Teripang (Holothuria scabra)……………………….
82
44
Morfologi Bintang laut (P. nodosus) tampak dorsal…………..
83
45
Morfologi Bintang laut (P. nodosus) tampak ventral………….
83
46
Morfologi Bintang ular (O. nereidina) tampak dorsal………...
83
47
Morfologi Bintang ular (O. nereidina) tampak ventral………..
84
48
Morfologi Bulu babi (D. sitosum) tampak dorsal……………..
84
49
Morfologi Bulu babi (D. sitosum) tampak ventral………….....
85



DAFTAR TABEL

Tabel                                                   Teks                                        Halaman
1
Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum filum Porifera beserta kegunaannya ..……………………………….
5
2
Alat dan bahan Beserta Kegunaanya pada Praktikum Filum Coelenterata .....................................................................................
17
3
Alat dan Bahan beserta kegunaannya pada praktikum filum brachiopoda ………………………………………………...
26
4
Alat dan Bahan beserta kegunaannya pada praktikum filum Mollusca ……………………………………………………...
38
5
Alat dan bahan beserta kegunaannya pada praktikum filum Annelida....................................................................................
52
6
Alat dan Bahan Yang Digunakan Pada Praktikum Filum Crustacea        Beserta   Kegunaannya……………………………………………
64
7
Alat dan Bahan beserta kegunaanya pada praktikum filum Echinodermata…………………………………………...……
81

I.     PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Avertebrata air dapat didefinisikan sebagai hewan tidak bertulang belakang yang sebagian atau seluruh daur hidupnya, hidup di dalam lingkungan perairan. Avertebrata air memiliki bentuk tubuh yang sangat beragam, dari bentuk tubuh yang sederhana sampai yang kompleks. Dari segi ukurannya, akan dijumpai mulai dari yang berukuran micrometer sampai berupa meter. Dilihat dari lingkungan hidupnya, ada yang di darat, air tawar, air payau atau laut, bahkan di daerah ekstrim seperti danau garam (Hari, 2008). 
Filum Porifera atau dikenal juga dengan nama spons merupakan hewan bersel banyak (metazoa) paling sederhana atau primitif. Dikatakan demikian karena kumpulan sel-selnya belum terorganisir dengan baik dan belum mempunyai organ maupun jaringan sejati.Walaupun porifera tergolong hewan, namun kemampuan geraknya sangat kecil dan hidupnya bersifat sessile (Aslan, dkk., 2011).
Porifera berarti pori-pori atau pore bearers (Yunani, poros = pori atau saluran : latin , feres = memiliki). Melalui pori-pori dan saluran-saluran ini, air diserap oleh sel khusus yang di namakan sel leher (collar cell), yang dalam banyak hal menyerpai cambuk.  Ini lebih pantas di namakan koanosit (choanochyte : choane = cerobong; kytos = berongga) (Romimohtarto, 2007).
Hewan ini hidupnya menetap pada suatu habitat pasir, batu-batuan atau juga pada karang-karang mati di dalam laut.Dalam mencari makanan, hewan ini aktif mengisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya (Amir, 1996).
Pada umumnya, spons mampu memompakan air rata-rata sebanyak 10 kali volume tubuhnya dalam waktu 1 menit, sehingga tidak salah kalau hewan ini terkenal sebagai hewan “filter feeder” yang paling efisien dibandingkan hewan laut lainnya (Bergquist dalam Amir, 1996).
Mengetahui filum porifera hanya melalui literatur-literatur tidaklah cukup. Karena itu untuk mengetahui morfologi dan anatomi filum porifera secara langsung melalui praktikum sangatlah penting untuk dilakukan.
1.2    Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilaksanakannya p\raktikum ini yaitu untuk mengetahui filum porifera secara morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikan filum porifera.
Manfaat dari praktikum ini yaitu praktikan dapat memperoleh informasi dan menambah wawasan tentang filum Porifera serta dapat mengetahui morfologi dan anatominya sehingga praktikan dapat mengklasifikasikan jenis-jenis hewan avertebrata air khususnya filum porifera.


II.    TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Klasifikasi
Klasifikasi  spons jenis Callyspongia sp. menurut Dawson (1993) dalam Wahyudi (2008) adalah sebagai berikut :
Kingdom: Animalia
            Filum   :   Porifera
      Sub filum : Avertebrata
                  Kelas      :   Demospongiae
                              Ordo        :   Haploselerida
                                          Famili  :   Callyspongiidae
                                                      Genus       :   Callyspongia     
                                                                  Spesies    :  Callyspongia sp.









  (Sumber : Dokumen Pribadi, 2011)
Gambar 1. Morfologi Spons (Callyspongia sp.)
2.2. Morfologi dan Anatomi
Kata Porifera berasal dari bahasa Latin, porus yang berarti lubang kecil atau pori dan ferre yang berarti mempunyai.  Jadi, Porifera dapat diartikan hewan yang memiliki pori pada struktur tubuhnya (Romimohtarto, 2007).
Tubuh porifera terdiri dari dua lapisan sel (diploblastik) dengan lapisan luar (epidermis) tersusun atas sel-sel berbentuk pipih, disebut pinakosit.  Pada epidermis terdapat porus/lubang kecil disebut ostia yang dihubungkan oleh saluran ke rongga tubuh (spongocoel). Sedangkan lapisan dalam tersusun atas sel-sel berleher dan berflagel disebut koanosit yang berfungsi untuk mencernakan makanan. Di antara epidermis dan koanosit terdapat lapisan tengah berupa bahan kental yang disebut mesoglea atau mesenkim. Di dalam mesoglea terdapat beberapa jenis sel, yaitu sel amubosit, sel skleroblas, sel arkheosit. Sel amubosit atau amuboid yang berfungsi untuk mengambil makanan yang telah dicerna di dalam koanosit. Sel skleroblas berfungsi membentuk duri (spikula) atau spongin. Spikula terbuat dari kalsium karbonat atau silikat. Sedangkan spongin tersusun dari serabut-serabut spongin yang lunak, berongga seperti spon. Sedangkan sel arkheosit berfungsi sebagai sel reproduktif, misalnya pembentuk tunas, pembentukan gamet, pembentukan bagian-bagian yang rusak dan regenerasi (Romimohtarto, 2007).
Tubuh porifera berbentuk radial, tetapi yang lainnya sudah kehilangan simetrinya dan berbentuk ireguler. Berdasarkan struktur susunan kanal terdiri atas tiga tipe yaitu tipe Asconoid, tipe syconoid dan tipe leuconoid.
Struktur sponge memiliki 3 lapisan (pinacocytes, choanocytes, dan mesohyl).  Pinacocyte merupakan lapisan sel di bagian luar tubuh sponge, choanocyte adalah lapisan sel bagian dalam yang merupkan sel berflagellum (memiliki ekor). Choanocyte inilah yang mengatur masuknya air ke dalam tubuh sponge. Choanocyte memiliki collar (semacam rambut/serabut) yang letaknya di sekitar flagellum, fungsinya adalah untuk menangkap sumber makanan yang diambil dari air yang dilewatkan.
Jaringan antara pinacocyte dan coanocyte merupakan lapisan gelatin yang disebut mesohyl. Di dalam mesohyl ini terdapat amoebid cell yaitu sel yang dapat bergerak bebas dalam lapisan mesohyl karena tidak terikat pada tempat tertentu. Selain itu juga terdapat spicule, yaitu suatu struktur berupa kristal yang terbentuk secara spesifik oleh spesies tertentu sehingga biasa dijadikan dasar untuk proses identifikasi (taksonomi). Spicule terbentuk dari garam-garam karbonat maupun silikat. Strukturnya ada yang berupa aragonite, calcite, atau spongin. Berdasarkan bentuk tubuhnya, sponge terbagi atas 3 macam; ascon yang merupakan bentuk paling sederhana, sycon, dan terakhir leucon (Rusyana, 2011).
Morfologi luar spons sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi dan biologis lingkungannya. Pada perairan yang lebih dalam, spons cenderung memiliki bentuk tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada perairan dangkal (Amir, 1996).
2.3. Habitat dan Penyebaran
Porifera merupakan hewan bersel banyak (metazoa) yang paling sederhana. Sebagian besar hewan ini hidup di laut dangkal, sampai kedalaman 3,5 meter, dan hanya satu suku (familia) yang hidup di habitat air tawar yaitu Spongilidae.  Porifera mempunyai bentuk tubuh menyerupai vas bunga atau piala dan melekat pada dasar perairan.Selain itu, porifera menempel di dasar laut dengan kedalaman 5 km dan hidup secara heterotrof,. Adapula yang hidup di air tawar, misalnya Haliciona (Romimohtarto, 2007).
Hewan ini dapat hidup dengan baik pada arus air yang kuat, karena aliran air tersebut menyediakan kumpulan makanannya dan oksigen (Amir, 1996).
Filum porifera termaksud spons, hidupnya melekat di karang dan merupakan koloni yang terdiri dari sekelompok hewan yang mirip tabung-tabung kecil seperti vas yang bersatu di dasar dengan tabung horizontal memiliki kantong berdinding tipis, mengelilingi suatu ruang sentral spongosoel dengan sebuah lubang besar yang disebut osculum (Aslan, dkk., 2011).
2.4.       Reproduksi dan Daur Hidup
Perkembangbiakan spons terjadi secara seksual dan aseksual. Dengan cara aseksual, spons menghasilkan tunas dan apa yang di sebut gamul (gammules). Tunas ini dapat lepas dan membentuk hewan terpisah atau tetap menempel. Dalam perkembangbiakan seksual, sel telur dan spermatozoa berasal dari sel-sel amoeba yang berkeliaran di lapisan tengah, seperti pada lapisan sikon. Larva berenang-renang sebentar yang memungkinkan mereka untuk menyebar, kemudian terhambat dan melalui banyak perubahan, akhirnya membuat ostium dan sebuah oskulum yang penting untuk proses makan dan tumbuh (Romimohtarto, 2007).
Pada umumnya hewan spons berkelamin ganda (hermaprodit), tetapi memproduksi sel telur dan sel spermanya pada waktu yang berbeda (Amir, 1996).
2.5.  Makanan dan Kebiasaan Makan
Spons adalah pemakan menyaring (filter feeder). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organic renik, hidup atau tidak seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yang masuk melalui pori-pori arus masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung atau ruang-ruang bercambuk. Arus air yang masuk melalui system air dari saluran spons diciptakan oleh cambuk koanosit yang memukul-mukul terus menerus. Arus air yang lewat melaui spons membawa serta zat buangan dari tubuh spons , maka penting agar air yang keluar melalui oskolum di buang jauh dari badannya, karena air tersebut tidak berisi makanan lagi, tetapi mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun bagi hewan tersebut (Romimohtarto, 2007).

2.6.       Nilai Ekonomis
Secara ekonomis, Porifera tidak mempunyai arti penting. Hewan Demospongia yang hidup di laut dangkal dapat dimanfaatkan oleh manusia, misalnya spons untuk mandi dan pembersih kaca. Namun menurut Hari (2008), beberapa jenis sepon air laut seperti sepon jari berwarna oranye, Axinella canabina, diperdagangkan untuk menghias akuarium air laut, adakalanya diekspor ke Singapura dan Eropa.
Porifera selain dapat dipakai sebagai bahan pembersih atau penggosok juga berperan dalam ekosistem air. Salah satu peranan porifera dalam ekosistem air yaitu jenis sepon dari famili Clinidae mampu mengebor dan menembus batu karang dan cangkang moluska, sehingga membantu pelapukan pecahan batu karang dan cangkang moluska yang berserakan di tepi pantai (Hari, 2008).




III.      METODE PRAKTIKUM
3.1.Waktu dan Tempat
Praktikum ini di laksanakan pada hari Selasa tanggal 01 November 2011 pukul 15.30 - 17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2.  Alat dan Bahan
       Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1 Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum filum porifera beserta kegunaannya
No.
Alat dan Bahan
Kegunaan
1.





2.



Alat
-        Baki (dissecting pan)
-    Pisau Bedah (scalpel)
-    Pinset (forceps)     
-    Alat Tulis    
-    Buku Gambar   
Bahan
-       Spons (Callyspongia sp)
-       Alkohol 70%                                                                                    

Tempat menyimpan objek yang akan diamati
Untuk mengiris objek
Untuk mengangkat dan memindahkan objek
Untuk menulis
Untuk Menggambar

Sebagai bahan yang diamati

Sebagai pengawet bahan
3.3.  Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1.  Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan yaitu spons.
2.  Meletakkan organisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
3.  Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.


IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :                                                                                                                             1.    Pengamatan pada morfologi filum Porifera



                                                                                                Keterangan :
                                                                                                1. Osculum
                                                                                                2. Spongocoel
                                                                                                3. Holdfast






Gambar 2. Morfologi Spons (Callyspongia sp).
                                   



                                                                                                Keterangan:
1.      Spongocoel










Gambar 3. Anatomi Spons (Callyspongia sp)                                    


4.2         Pembahasan
Pada pengamatan praktikum kali ini kami melakukan pengamatan pada filum porifera. Pengamatan yang kami lakukan pada kelas demospongiae dan untuk spesies yang kami amati adalah spons (Callyspongia sp). Mengamati struktur morfologi dan anatomi spons.
Spons hidup berkoloni dan melekat dikarang dengan bentuk tubuh yang mirip dengan tabung-tabung kecil. Spons memiliki dinding tubuh yang tipis dan mengelilingi suatu ruangan sentral spongocoel dengan sebuah lubang besar yang disebut dengan oskulum.
Spons  memiliki struktur permukaan tubuh yang berpori-pori sehingga ia dimasukkan kedalam filum porifera, Kebanyakan dari spesies spons hidup di air laut, dan tidak mempunyai jaringan atau organ yang sejati. Bentuk dan ukurannya sangat bervariasi. Pola pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh keadaan substrat.  Hal ini didukung oleh Romimohtarto (2007) yang menyatakan bahwa spons adalah hewan multiseluler yang mempunyai banyak pori-pori dan saluran-saluran sehingga ia dimasukkan kedalam filum porifera.
Berdasarkan sistem saluran air (Canal System) terdiri atas tiga tipe yaitu tipe Asconoid, tipe syconoid dan tipe leuconoid. Kelangsungan hidup spons sangat tergantung pada arus air yang mengalir melalui tubuhnya, air masuk melalui spongecoel  yang mengandung oksigen dan zat makanan dan air keluar melalui oskulum yang membawa hasil buangan berupa bahan karbon bahkan keluar masuknya sperma juga mengikuti pola arus air tersebut. Pada dasarnya, dinding tubuh porifera terbagi atas tiga bagian yaitu pinasoderm yang berfungsi melindungi tubuh bagian dalam, mesoglea yang mengandung bahan tulang dan sel amebocyte serta Choanocyte yang melapisi rongga atrium atau spongocoel.Hal ini didukung oleh Aslan, dkk (2011) yang menyatakan bahwa struktur sponge memiliki 3 lapisan (pinacocytes, choanocytes, dan mesohyl).


V.      PENUTUP
5.1.   Kesimpulan
 Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini yaitu :
1.      Porifera memiliki 3 bagian utama pada tubuhnya yaitu oskulum, holdfast dan spongosoel. Berdasarkan sistem saluran air yang terdapat pada Porifera, hewan ini dibedakan atas tiga tipe tubuh, yaitu tipe ascon, tipe sycon dan tipe rhagon.
2.  Klasifikasi Spons jenis callyspongia sp. yaitu Filum Porifera, Kelas Demospongiae, Ordo Haploselerida, family Acroporidae, Genus Callyspongia,  Spesies Callyspongia sp.
5.2.   Saran
         Praktikum selanjutnya sebaiknya dilaksanakan tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditentukan.


I.  PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
         Coelenterata berasal dari bahasa Yunani, yakni coelenteron yang berarti berrongga.  Secara bahasa coelenterarta adalah hewan invertebrata yang memiliki rongga tubuh. Rongga tersebut berfungsi sebagai saluran pencernaan. Coelenterata disebut juga Cnidaria karena memliki sel-sel penyengat. Coelenterata memiliki struktur tubuh yang lebih kompleks dibandingkan dengan porifera. Sel-sel coelenterata sudah terorganisir membentuk jaringan dan fungsi dikoordinasi oleh suatu saraf yang sederhana.
      Filum coelenterata  terdiri atas tiga kelas yaitu kelas hydrozoa, scypozoa, dan anthozoa. Hampir semua bagian pada filum ini memiliki tentakel yang tersusun dalam sebuah lingkaran yang mengelilingi tubuh yang terbentuk silinder, Pola susunan ini disebut simetris radial.  Filum colenterata disebut juga cnidaria yang mempunyai cnidoccyte yang berisi kapsul penyengat kecil yang disebut menatosit dan terletak pada sel epidermis.  Dimana tiap menatosit berisi gulungan benang kapiler  yang dapat ditembakan dengan adanya rangsangan yang dapat melumpuhkan  dan memegang mangsa (Oemardjati dan Wardana, 2000).
Ubur-ubur (Aurelia sp) adalah sejenis binatang laut yang termasuk dalam kelas Scyphozoa.  Tubuhnya berbentuk payung berumbai, dapat membuat gatal pada kulit bila tersentuh.  Ia berenang dengan kehendak denyutan yang diatur oleh otot-otot dan sarafnya.  Alat pengimbang udara yang terdapat pada tubuhnya membuat ubur-ubur terus terapung atau tenggelam. Ubur-ubur (Aurelia sp), merupakan makhluk hidup yang hampir 95 persen terbuat dari air, hewan ini memiliki sejumlah keistimewaan mengejutkan yang tidak diketahui secara umum. Sebagian jenisnya, misalnya, membuat bingung musuh-musuhnya dengan memancarkan cahaya, sementara sebagian yang lain menghasilkan racun mematikan di dalam tubuhnya
(Suwignyo,dkk., 2005).
            Terumbu karang mempunyai arti yang sangat penting baik dari segi sosial ekonomi dan budaya maupun sebagai pendukung dan penyedia bagi perikanan pantai, hal tersebut dikarenakan hampir sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir menggantungkan hidupnya di perikanan laut dangkal (Suharsono, 1996 dalam Elisnawaty 2001).
            Anemon-anemon yang menyentuh anemon jenis lainnya akan saling menyerang, saling menggigit dengan tentakel khusus sehingga meninggalkan luka tusuk yang menyakitkan bagi lawannya.  Ketika dua koloni saling bertemu, mereka membentuk zona perbatasan yang jelas Interaksi anemon-anemon itu memperlihatkan sesuatu yang sangat kompleks, menakjubkan, dan perilaku terkoordinasi yang memperlihatkan pembagian tugas pada tingkatan kelompok meskipun anemon adalah organisme yang sangat sederhana karena tidak memiliki otak (Romimohtarto, 2007).
            Tubuh ubur-ubur berwarna bening sebagai adaptasi diri terhadap lingkungan. Bentuk tubuhnya seperti payung berumbai, yang bila tersentuh dapat membuat gatal pada kulit, bahkan ada jenis dari hewan ini yang dapat membuat luka bakar bila tersentuh. Ubur-ubur dikelaskan dalam kumpulan hewan coelenterata. Seekor ubur-ubur berbentuk seperti lonceng atau payung dengan baagian mulutnya ke bawah. Pada bagian tepi loceng terdapat tentakel yang terjuntai ke bawah. Ia berenang dengan kehendak denyutan yang diatur oleh otot-otot dan sarafnya. Alat pengimbang udara yang terdapat pada tubuhnya membolehkan ubur-ubur terus terapung atau tenggelam. Tentakel yang terdapat pada ubur-ubur digunakan sebagai senjata dengan menyengat mangsanya. Ikan dan juga manusia boleh menjadi lumpuh jika terkena sengatan ubur-ubur ini (Hamzah, 2002).
            Berdasarkan hal diatas maka diperlukan praktikum yang membahas mengenai filum coelenterata dari berbagai aspek.
1.2.    Tujuan dan Manfaat
         Tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut untuk mengetahui filum coelenterata serta morfologi dan anatominya dan mengetahui serta mengamati dan mengklasifikasikan filum coelenterata.
Manfaat dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang bentuk tubuh dari filum coelenterata secara morfologi dan anatomi khusunya filum coelenterata.

           


II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Klasifikasi          
Klasifikasi ubur-ubur (Aurelia sp),  menurut Sugiarti (2005) sebagai berikut :  Kingdom : Animalia
          Filum : Coelenterata                     
 Kelas : Scypozoa
                                         Ordo : Semaetomaceae
                                                    Famili : Semaetomaceae
                                                                   Genus : Aurelia
                                                                              Species : Aurelia sp









(Sumber : Anonim, 2011)
Gambar 4. Morfologi Ubur-ubur (Aurelia sp)


Klasifikasi Karang (Coral sp), menurut Rahmadani (2001) sebagai berikut :
Kingdom   :   Animalia
            Filum   :   Coelenterata
                        Class   :   Anthozoa
                                    Ordo   :   Autipatharia
                                                Famili   :   Antiphatriaceae
                                                            Genus   :   Antipatus
                                                                        Spesies   :   Coral sp










         (Sumber : Anonim, 2011)
Gambar 5. Morfologi Karang (Coral)
Klasifikasi Anemon (Metridium sp.), menurut Romimohtarto (2007) sebagai berikut :    Kingdom : Animalia
            Filum : Coelenterata
                        Kelas : Anthozoa
                           Ordo : Actinaria
                                       Famili : Actinariaceae
                                                       Genus : Metridium
                                                               Species : Metridium sp.
(Sumber :Dokumen Pribadi, 2011)
Gambar 6. Morfologi Anemon (Metridium sp)
2.2.      Morfologi dan Anatomi
Coelenterata merupakan hewan tingkat rendah yang memiliki jaringan ikat yang terdiri dari 2 bentuk individu yaitu polip dan medusa. Struktur tubuh coelenterata dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu polip yang hidup menetap dan medusa yang hidup berenang bebas. Bentuk polip lebih kurang silindris, dengan satu ujung tertutup tempat untuk melekat sedang lainnya ialah mulut yang terletak ditengah-tengah dikelilingi tentakel biasa disebut oral dan ujung lain yang menempel pada substrat disebut aoral.  Bentuk medusa seperti lonceng atau mangkuk terbalik dengan bagian cembung mengarah ke atas dan bagian cekung dilengkapi mulut dan tentakel  mengarah ke bawah  (Aslan dkk., 2011).
            Coelenterata adalah invertebrat yang memiliki rongga tubuh. Rongga tubuh tersebut berfungsi sebagai alat pencernaan (gastrovaskuler). Coelenterata memiliki struktur yang lebih kompleks. Sel-sel coelenterata sudah terorganisasi membentuk jaringan dan fungsi yang dikoordinasikan oleh saraf sederhana ukuran tubuh coelenterata beraneka ragam. Ada yang panjangnya beberapa millimeter, missal Hydra dan ada yang mencapai diameter 2 meter, misalnya Cyanea  (Suwignyo, 2005)
Anemon laut adalah hewan yang memiliki tentakel yang memiliki alat serupa tombak yang disebut nematocyst. Nematocyst ini digunakan anemon laut untuk menangkap mangsa dan mengusir predator. Anemon laut jenis Anthropleura elegantissima hidup dalam koloni besar yang secara genetik identik menempel di batu-batu karang di dasar. Bentuk tubuh anemon laut seperti bunga dan terbentuk dari gumpalan atot yang tebal. Pada gumpalan otot terdapat linkaran tentakel (pedal disc) yang berguna untuk melekatkan diri pada substrat, sedangkan pada akhir daerah oral gumpalan tersebut membentuk discus oralis yang memuat ratusan tentakel dan pada bagian tengah terdapat mulut (Suwignyo, 2005).
 Ubur-ubur tidak memiliki mata untuk melihat mangsa atau musuhnya, tidak pula memiliki otak Ubur-ubur memiliki struktur yang tembus pandang dan tentakel (organ menyerupai belalai) yang berjuntai dari bagian bawah tubuhnya/tentakelnya.  Pada beberapa spesies, ada cairan beracun di dalam tentakelnya. Ubur-ubur menangkap mangsanya dengan cara menyemprotkan racun ini dan membunuh musuh-musuhnya. Ubur-ubur yang tidak mempunyai racun tentu saja bukan berarti tidak dapat mempertahankan diri. Sebagian di antaranya menggunakan sel yang menghasilkan cahaya untuk melindungi dirinya bukan berarti tidak dapat mempertahankan diri. Sebagian ubur-ubur diantaranya menggunakan sel yang menghasilkan cahaya untuk melindungi dirinya. Menangkap mangsa mereka menggunakan tentakel (organ menyerupai belalai) yang lengket dan dapat bergerak di air seperti tali alat memancing (Yahya, 2003).
2.3.      Habitat  dan  Penyebarannya
          Secara umum coelenterata hidup di air laut dan sebarannya dipengaruhi oleh arus yang mengalir khususnya kelas scypozoa, walaupun ada juga sebagian yang hidup di air tawar. Sebenarnya ada lebih dari 11000 spesies anemon laut yang ditemukan diperairan seluruh dunia. Namun hanya ada 10 spesies yang mampu bekerja sama dengan ikan klon/badut yaitu ikan anemon laut yang hidup didaerah tropis, di samudera Pasifik dan Hindia. Biasanya satu individu anemon laut menjadi rumah di sekelompok ikan klon/badut yang terdiri dari sepasang ikan dominan hingga untuk ikan klon kecil lain. Habitat anemon laut umumnya hidup dipasang surut dan mengambi. Pasir/pecahan cangkang keong untuk ditutupkan dibadan sebagai pelindung. Sebagian anemon laut hidup diatas karang batu, beberapa jenis melintang  dipasir (Romi, 2001).
            Kelas scypozoa yang memiliki jumlah species yang lebih dikenal dengan nama ubur-ubur, yang hampir seluruhnya hidup dilautan dan kebanyakan menghuni perairan pantai sehingga menimbulkan bahaya bagi perenang. Ubur-ubur dan karang dapat hidup di hampir segala iklim, khususnya di air laut dan sebagian besar berbahaya bagi makhluk lainnya (Yahya, 2003).
      Ekosistem karang merupakan suatu ekosistem khas daerah tropic diperairan dengan temperature tropis atau sub tropis. Karang tumbuh dan berkembang di daerah tropis pada tempat yang relatif dangkal hangat dan umumnya dekat dengan pantai. Karang tumbuh didaerah yang lautnya cukup jernih karena memungkinkan dirinya untuk memperoleh sinar matahari. Di indonesia karang tumbuh tersebar dari propinsi Aceh hingga Pepua seluas sekitar 60 sampai 85 ribu km2 (Romi, 2001).
2.4.  Reproduksi dan Daur Hidup
        Reproduksi coelenterata terdiri dari reproduksi secara seksual dan aseksual (pembentukan tunas). Pada reproduksi aseksual ditandai dengan tumbuhnya tunas baru dengan jalan budding. Sedangkan secara seksual terjadi setelah pembuahan sperma yang dilepaskan oleh polip induknya yang berkelamin jantan dan mencapai ova yang ada pada polip berkelamin betina maka terbentuklah planula. Mulanya planula bersifat planktonik.  Anemon laut merupakan salah satu penyusun ekosistem terumbu karang yang seluruh tubuhnya lunak, mempunyai tentakel.  Serta mengeras dibagian bawah yang dipergunakan sebagai alat menempel pada bagian lain. Diantara tentakel anemon laut tersebut biasa dijadikan tempat berlindung bagi ikan amphiprion dari gangguan predator (Nawangsari, 2000).
2.5.  Makanan dan Kebiasaan Makan
   Filum coelenterata makanannya berupa zooplankton (hewan kecil) yang dilemahkan terlebih dahulu menggunakan nematosisnya yang terdapat di bagian tentakelnya. Makanan yang dicerna secara intraseluler di dalam rongga gastrovaskuler. sisa makanan yang tidak dicerna akan dikeluarkan melalui mulut yang juga berfungsi sebagai anus (Romimohtarto, 2007). Pada coelenterata umumnya carnivora, makanannya terutama binatang kecil, baik mulut maupun tubuhnya dapat membesar dan mudah menelan cladocera dengan garis tengah 4x tubuhnya. Apabila makanan yang biasa tidak mencukupi maka sampah substrat akan dimakannya. Pencernaan dilakukan baik extra maupun intraceluler (Nawangsari, 2000).
2.6.  Nilai Ekonomis
  Pada filum coelenterata yang dapat dimakan oleh orang italia ialah pada kelas scypozoa, begitu juga dengan orang-orang asia timur.  Coelenterata mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi terutama dari jenis batu karang merah yang dapat digunakan sebagai hiasan di rumah-rumah. Di dasar laut yang agak dangkal, coelenterate dapat dil;ihat sebagai pemandangan bawah air yang indah, sehingga berguna sebagai taman laut atau objek wusata dalam dunia pariwisata, serta dipergunakan sebagai alah satu potensi untuk memperoleh devisa dari wisatawan mancanegara (Wardianto, 2002).
 Di Amerika tepatnya di Negara California pakar obat-obatan telah mengembangkan obat pereda rasa sakit (pain-killing drug) dari racun sejenis siput yang hidup di habitat karang.  Kerangka kapur dari terumbu karang dapat dijadikan bahan substitusi untuk merekonstruksi tulang manusia yang rusak. Terumbu karang merupakan perlindungan alami (natural barrier) perairan pantai terhadap gelombang badai yang datang dari laut. Berfungsi meredam energi gelombang dan mengurangi erosi dan kerusakan pantai akibat kerasnya gelombang. Sebagai daerah wisata bahari, terumbu karang merupakan tempat yang sangat menawan untuk kegiatan selam dan sebagai panorama dalam laut. Di tempat- tempat dengan kondisi terumbu karang yang sehat dan bagus industri pariwisata dapat berkembang pesat dan menghidupi masyarakat pesisir dengan berbagai lapangan pekerjaan seperti pemandu wisata, kursus renang-selam, tamasya laut dan lain sebagainya (Yahya, 2003).










III.  METODE PRAKTIKUM
3.1.    Waktu dan Tempat
          Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Minggu Tanggal 4 Desember 2011, Pukul 14.00-16.00 WITA. Bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.
3.2      Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.  Alat dan bahan Beserta Kegunaanya pada Praktikum Filum Coelenterata
No.
Alat dan Bahan
Kegunaan
1.



2.
Alat
-        Baki (dissecting pan)
-    Pisau Bedah (scalpel)
-    Pinset (forceps)     
-    Alat Tulis    
-    Buku Gambar   
Bahan
-                      -  Ubur-ubur (Aurelia sp.)
-                      -  Karang (Millepora sp.)
- Anemon (Metridium sp.)                                                                                    

Tempat menyimpan objek yang akan diamati
Untuk mengiris objek
Untuk mengangkat dan memindahkan objek
Untuk menulis
Untuk Menggambar

Sebagai bahan yang diamati
Sebagai bahan yang diamati
Sebagai bahan yang diamati

3.3  .   Prosedur Kerja
-          Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan.
-          Meletakan organisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
-          Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.


IV.  HASIL PEMBAHASAN
4.1.  Hasil Pengamatan
        Hasil pengamatan terhadap morfologi filum coelenterata adalah sebagai berikut
  1. Pengamatan pada kelas Scypozoa

                                                                                         Keterangan :
1.  Tentakel
2.  Saluran Radial
3.  Gonad
4.  Mulut
5.  Umbrela
6.  Subumbrela
   


            Gambar 7. Morfologi Ubur-ubur (Aurelia sp)
2.  Pengamatan Pada kelas Anthozoa
Keterangan :
1.      Cabang- cabang
2.      Polip








Gambar 8. Morfologi Karang (Coral)
Keterangan :

1.  Tentakel
2.  Mulut
3.  Basal Plate



Gambar 9. Morfologi Anemon (Metridium sp)
4.2. Pembahasan
         Coelenterata memiliki rongga tubuh yang mana rongga tubuh ini berfungsi sebagai alat pencernaan. Coelenterata juga mempunyai sel penyengat yang berfungsi melindungi diri dan melumpuhkan mangsanya, sel penyengat hewan ini disebut cnidaria. Tubuh coelenterata memilki dua lapisan sel yaitu ektoderm dan endoderm. Ectoderm berfungsi sebagai pelindung sedangkan endoderm berfungsi dalam pencernaan. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan mesoglea.  Coelenterata dibagi beberapa kelas yaitu Hydrozoa (Hydroid, Hydromedusa), Scypozoa (ubur-ubur) dan Anthozoa (Anemon dan Coral).
         Filum coelenterata merupakan hewan tingkat rendah yang memiliki jaringan ikat yang terdiri dari dua bentuk individu, yaitu Polip berbentuk seperti tabung, satu ujung tertutup dan merupakan tempat untuk melekat sedang lainnya pada mulut yang terletak di tengah yang biasanya dikelilingi oleh tentakel yang lunak. Medusa individu-individu berenang bebas lengan tubuh seperti gelatin, memiliki tentakel dan mulut menonjol ditengah didaerah cekung bawah.  Hal ini didukung (oleh Aslan dkk., 2011) menyatakan bahwa Coelenterata merupakan hewan tingkat rendah yang memiliki jaringan ikat yang terdiri dari 2 bentuk individu yaitu polip dan medusa.
         Kelas Scypozoa biasa disebut kelas ubur-ubur yang berenang bebas mengikuti arus dengan bentuk polip terdapat pada stadia larva yang kecil.  Ciri khas medusa scypozoa adalah tepi lonceng berlekuk-lekuk dan disebut lappet yang tidak mempunyai velum. Velum adalah keping sikular yang menjular dari tepi dalam sel.
         Pada umunya jenis-jenis anemon seperti metridium mempunyai lipatan kulit diantara oral disck dan colum yang lipatan ini disebut leher dan akan menutupi mulut dan tentakel pada saat binatang sedang mengkerut.  Reproduksi dengan cara seksual maupun aseksual. Reproduksi aseksual merupakan kejadian yang biasa, umumnya dengan jalan pedal laecration yaitu dengan jalan melepaskan sebagian kecil pada waktu binatang merayap, bagian yang tertinggal akan mengadakan regenerasi menjadi sea anemon kecil. Kopral koloninya bertambah besar dengan jalan budding, terutama sepanjang jalan tipe koloni, kuncup dapat tumbuh pada cabang penghubung atau pada polip itu sendiri, tergantung pada jenisnya. Karang terdapat didaerah sedang, artik, antartika dan terbanyak di daerah tropis.
            Pada filum coelenterata yang dimanfaatkan dibidang industri ialah sebagai alat perhiasan seperti gelang dan manik-manik  Sedangkan pada karang digunakan sebagai  obat-obatan untuk pereda rasa sakit (pain-killing drug). Terumbu karang dulu banyak disalah gunakan oleh warga pesisir yang mengambilnya sebagai bahan dasar rumah atau dermaga-dermaga kecil sekarang hal itu masih banyak terjadi. Namun sedikit demi sedikit telah diberikan penyuluhan tentang manfaat karang.  Kerangka kapur dari terumbu karang dapat dijadikan bahan substitusi untuk merekonstruksi tulang manusia yang rusak.  Terumbu karang merupakan perlindungan alami (natural barrier) perairan pantai terhadap gelombang badai yang datang dari laut.  Berfungsi meredam energi gelombang dan mengurangi erosi dan kerusakan pantai akibat kerasnya gelombang.  Sebagai daerah wisata bahari, terumbu karang merupakan tempat yang sangat menawan untuk kegiatan selam dan sebagai panorama dalam laut.  Di tempat- tempat dengan kondisi terumbu karang yang sehat dan bagus industri pariwisata dapat berkembang pesat dan menghidupi masyarakat pesisir dengan berbagai lapangan pekerjaan.




V.  PENUTUP
5.1.    Simpulan
         Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
-        Reproduksi coelenterata secara seksual dan aseksual (budding/tunas).
-        Pada umunya habitat coelenterata berada dilaut walaupun ada beberapa spesies yang hidup di air tawar.
-       Coelenterata dibagi beberapa kelas yaitu Hydrozoa (Hydroid, Hydromedusa), Scypozoa (ubur-ubur) dan Anthozoa (Anemon dan Coral).
-          Colenterata mempunyai dua bentuk tubuh yaitu polip dan medusa, polip adalah bentuk kehidupan coelenterata yang menempel pada tempat hidupnya seperti karang dan anemon sedang medusa adalah bentuk kehidupan coelenterata yang dapat berenang bebas seperti ubur-ubur.
5.2.    Saran
        Saran saya sebagai praktikan ialah melihat filum coelenetrata mempunyai banyak manfaat sebaiknya seluruh elemen masyarakat saling menjaga kelestarian dari filum ini.



I.  PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Wilayah pantai sebagai suatu ekosistem alami merupakan habitat berbagai macam organisme hidup, baik dari golongan tumbuhan maupun hewan tingkat rendah dan tingkat tinggi, yang secara alamiah saling berinteraksi dengan lingkungan biotik maupun abiotiknya. Pantai yang merupakan daerah intertidal wilayah laut, keadaan fisiknya dipengaruhi oleh gerakan ombak, pasang surut air laut serta pasokan air tawar. Organisme yang hidup pada daerah ini memiliki pola adaptasi yang khas seperti penggali substrat, salah satu contoh organisme tersebut adalah kerang lentera (Lamp shells) yang merupakan filum brachiopoda (Suwignyo, 2005).
Braciopoda adalah hewan laut yang hidup didalam setangkup cangkang yang terbuat dari zar kapur atau zat tanduk. Mereka umumnya hidup menempel pada substrat dengan semen langsung atau dengan tangkai yang memanjang dari ujung cangkang. Mereka sering dikira kerang karena mempunyai setangkup cangkang, tetapi cangkang ini menghadap dorso-ventral (atas-bawah), sedangkan kerang lateral (kiri-kanan) (Aslan, dkk.2011)
Filum brachiopoda dibagi menjadi 2 kelas atas dasar pertautan kedua keping cangkang, yaitu inarticulata dan articulata. Pada inarculata, bentuk dan ukuran kedua keping cangkang hanya dihubungkan oleh otot, cangkang terdiri dari campuran kalium fosfat dan khitin sehingga dianggap lebih primitif karena sama dengan tipe cangkang dari periode Cambrian dan periostrakum terluar. Pada articulata, bentuk dan ukuran kedua keping cangkang tidak sama, kedua keping cangkang dihubungkan satu sama lain oleh otot dan engsel atau ”hinge” pada bagian posterior (Aslan, dkk., 2011).
 Lingula unguis adalah satu jenis spesies dari filum brachiopoda dan biasa ditemukan pada perairan pantai sekitar yang umumnya dangkal, daerah berlumpur, tidak berkoloni dan umumnya membenamkan diri dalam pasir. L. unguis termasuk hewan penggali dengan menggunakan semacam tangkai berotot yang terbuat dari organ lunak (Erifina, 2007).
Berdasarkan hal di atas maka praktikum tentang filum brachiopoda penting untuk dilakukan.
1.2.      Tujuan dan Manfaat
          Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui morfologi dan anatomi filum Brachiopoda dan mengamati serta dapat mengklasifikasikan filum Brachiopoda.
          Manfaat dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui bentuk morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikan filum brachiopoda.

II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Klasifikasi
Menurut Erifina (2007), Kerang Lentera/Lampu (Lingula unguis) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
         Filum : Brachiopoda
                  Class : Inarticulata
                           Ordo : Lingulida
                                    Famili : Lingulidae
                                             Genus : Lingula
                                                      Spesies : Lingula unguis







                      
                          (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 10. Morfologi Kerang lentera (lingula unguis)
2.2.      Morfologi dan Anatomi
Brachiopoda memiliki kemiripan yang berbeda dengan Mollusca jenis Bivalvia dimana pada bagian tubuhnya terlindungi secara eksternal oleh sepasang convex yang dikelompokkan ke dalam cangkang yang dilapisi oleh permukaan yang tipis dari periostracum organic yang berkisar hingga 100 tahun yang lalu. Cangkang membentuk suatu mantel yang menutupi rongga mantel pada bagian dorsal dan ventral.  Tubuh terdapat di dalam suatu cangkang dorsal dan ventral yang berisikan suatu pedicle berbentuk slindris muncl dari bagian cangkang (Romimohtarto, 2007).
Kerang lentera (L. unguis) mempunyai cangkang dari zat tanduk yang terdiri dari tangkup, tetapi kedua tangkup ini tidak berengsel, tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri atas dan bawah. Bukaan cangkang L. unguis ada di depan, tidak seperti kerang yang bukaan cangkangnya terdapat dibagian bawah. Bagian utama tubuh berisi visera terdapat dibagian belakang cangkangnya, sebuah ruang yang luas tertutup diantara kedua tangkup cangkang di depan tubuh adalah rongga mantel yang bagian dalamnya dilapisi oleh mantel, sebuah katup dari dinding tubuh. Pada pinggiran setiap lengan terdapat dua baris tentakel yang dipengaruhi oleh bulu getar. Pada permukaan dalam dari tangkup atas dekat ujung belakang, melekat satu tangkai berotot yang berbentuk silindrik yang panjang dinamakan pendukel yang berisi perpanjangan yang berbentuk tabung dari rongga tubuh. Selama air surut, tangkai tersebut memendek untuk menarik cangkang ke dalam lubang dan selama air pasang, tangkai ini memanjang untuk mendorong cangkang ke permukaan air (Romimohtarto, 2007).
Bagian dalam L. unguis terdiri atas organ-organ seperti hati, saluran pencernaan (usus dan lambung), kelenjar pankreas, gonad dan otot-otot yang berfungsi sebagai penggerak organ seperti membuka dan menutup cangkang serta gerak memutar tubuhnya yang disebut pedikel. Dibagian depan (anterior) sebelah dalam cangkang terdapat suatu organ yang berlipat-lipat meyerupai bentuk tapak sepatu kuda dan disebut lafofor. Organ ini dilengkapi dengan tentakel bulu (bersilium) sebagai organ respirasi dan alat untuk menangkap makanannya, disisi dinding usus terdapat lubang kecil yang disebut nephridium dan merupakan lubang pembuangan zat-zat yang tidak berguna (Mudjiono, 2000).
2.3.      Habitat dan Penyebaran
Sebanyak 30.000 spesies brachiopoda hidup pada era Paleozoikum dan Mesozoikum. Fosil brachiopoda tersebar luas dan banyak terdapat dalam batuan dasar laut. Sekitar 335 spesies hidup, semuanya hidup di laut, soliter dan biasanya menempel pada batu atau benda padat lainnya, beberapa spesies hidup dalam lubang di pasir atau lumpur pantai, umumnya di perairan sedang dan dingin (Suwignyo, 2005).
L. unguis hidup di dasar perairan yang umumnya dangkal, tidak berkoloni, daerah berlumpur dan dapat berpindah tempat dengan pendukel yang berfungsi sebagai tangkai. Lumpur sebagian besar merupakan partikel-partikel zat organik berbagai jenis kerang tempat hidup yang baik. Meningkatnya kandungan lumpur yang belum mengendap menyebabkan cahaya matahari penetrasinya terhadap dasar perairan. Hal ini, menghambat proses fotosintesis dan mengganggu pertumbuhan organisme, menyebabkan ketidakseimbangan dasar perairan berpasir atau berlumpur. Kerang umumnya membenamkan tubuhnya didalam sedimen berpasir atau berlumpur (Dharma, 2000).
2.4.      Reproduksi dan Daur Hidup
Reproduksi seksual umumnya diocious, gonad biasanya berupa 4 buah kelompok gamet yang dihasilkan dalam peritoneum. Kecuali yang dierami, gamet dilepas ke air melalui nephridia. Pembuahan diluar, telur menetas menjadi larva yang berenang bebas dan sudah mulai makan. Larva inarticulata bentuknya mirip brachiopoda dewasa, tidak mengalami metamorfosa pada akhir stadia larva tumbuh pedicle serta cangkang dan larva turun ke substrat untuk kemudian hidup dalam lubang. Larva articulata sebagai meroplankton selama 24 sampai 30 jam, turun ke substrat mengalami metamorfosa menjadi bentuk seperti yang dewasa (Aslan, dkk., 2011).
         Kerang Lentera bertubuh lambat,  mencapai panjang cangkang 5 cm dalam waktu 12 tahun. Hewan ini menjadi matang kelamin, mencapai 2,25 cm. Pemijahan terjadi disepanjang tahun. Telur dan spermatozoa disebar akan terbentuk larva  dan terjadi pembuahan. Embrio yang dihasilkan akan terbentuk menjadi larva yang berenang bebas. Larva ini menghanyut di permukaan laut dan makan tumbuh-tumbuhan renik yang terdapat di laut  (Romimohtarto,  2007).
2.5.      Makanan dan Kebiasaan Makan
Pada brachiopoda makanannya terdiri atas phytoplankton, partikel terlarut dan koloid. Makanan dari L. unguis adalah jasad renik yang melayang didalam air seperti plankton, sebagai hewan benthik yang hidup menetap pada suatu dasar atau substrat. L. unguis mendapat makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel yang ada didalam air (Mudjiono, 2000).
Makanan kerang terdiri atas benda-benda atau organisme yang membawa masuk ke dalam air kemudian mesuk kemulut melalui ventral, silia dan palpus labialis ini mengiring makanan masuk kedalam mulut, makanan dicerna dalam lambung dan proses selanjutnya akan diserap oleh usus dan akhirnya ke anus (Nontji, 2005).
2.6.      Nilai Ekonomis
Lingula unguis merupakan salah satu (spesies) yang mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai protein hewani sehingga keberadaannya di perairan diambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi sebagai pengganti ikan (Erifina, 2007).
Kerang lentera (L. unguis)umumnya dikomsumsi sebagai bahan makanan yang biasanya dikonsumsi penduduk di dekat pantai dan cangkangnya dapat dijadikan hiasan pakaian (Aslan, dkk., 2011).
Kerang lentera umumnya dikonsumsi sebagai bahan makanan, yang biasanya dikonsumsi penduduk didekat pantai. Filum Brachiopoda menguntungkan karena digunakan sebagai sumber makanan yang mengandung protein hewani yang cukup tinggi, juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena mempunya harga yang tinggi (Suwignyo.dkk, 2005).



III.  METODE PRAKTIKUM
3.1.   Waktu dan Tempat
 Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 20 November 2011, pukul 14.00 wita sampai selesai dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo Kendari.
3.2.    Alat dan Bahan
 Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 3.  Alat dan Bahan beserta kegunaannya dalam filum brachiopoda
No.
Nama Alat
Kegunaan

1.
Alat:
Baki (dissecting-pan)

Wadah organisme-organisme yang akan diamati.
2.
Alat Bedah
Untuk membantu dalam proses pengamatan.
3.


 4.
Alat Tulis

Bahan :
Kerang lentera (Lingula unguis)
Untuk menggambar organisme yang diamati.

 Sebagai bahan amatan
3.3.   Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini yaitu sebagai berikut :
-        Mengambil organisme laut yang termasuk dalam filum brachiopoda, lalu di
       bawa ke laboratorium untuk diamati.
-        Melakukan pengamatan secara morfologi dan anatomi.
-        Menggambar organisme tersebut berdasarkan hasil pengamatan.


IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Hasil Pengamatan
- Kerang Lentera/Lampu (Lingula unguis)
                                                                                    Keterangan :
1.      Pedukel (Tangkai otot)
2.      Garis pertumbuhan
3.      Silia



Gambar  11. Morfologi kerang lentera (Lingula unguis)
                                                                                    Keterangan :
1.      Lambung
2.      Tangkai
3.      Hinge
4.      Lophophore
5.      Cangkang
6.      Mulut
7.      Gonad
8.      Nephridium
9.      Otot


Gambar 12. Anatomi kerang lentera (Lingula unguis)
4.2.   Pembahasan
 Pada pengamatan ini kami melakukan pengamatan pada filum brachiopoda. Pada filum brachiopoda ini yang diamati pada kelas inarticulata. Pada kelas inarticulata bahan amatan yang kami amati adalah kerang lentera (Lingula unguis). Hewan ini lazim disebut kerang lentera karena bentuknya menyerupai lampu minyak pada zaman kerajaan Romawi kuno. Pada bagian tubuhnya terdapat cangkang yang menghadap lateral (kiri–kanan), serta semacam tangkai berotot yang terbuat dari organ lunak, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Romimohtarto (2007), yang menyatakan bahwa Lingula unguis mempunyai cangkang dari zat tanduk yang terdiri dari tangkup, tetapi kedua tangkup ini tidak berengsel, tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri atas dan bawah. Bukaan cangkang L. unguis ada di depan, tidak seperti kerang yang bukaan cangkangnya terdapat dibagian bawah.
 Dibagian dalam cangkang terdapat mantel yang berfungsi untuk melindungi organ-organ yang terdapat dalam tubuh, lofofor yang berfungsi untuk menyalurkan dan memutar air dalam rongga mantel berbentuk ”w” terletak dibagian anterior, dan tentakel bersilium yang berfungsi untuk respirasi dan menyalurkan organisme-organisme dalam rongga mulut, hal diatas sesuai dengan pernyataan Aslan, dkk. (2011), yang menyatakan bahwa didalam cangkang terdapat lophophore yang berfungsi untuk mendapatkan makanan, bentuk lophore seperti dua tangan atau ”brachia” yang panjang, menggulung dan masing-masing mengandung deretan tentakel serta alur makanan menuju mulut.
 Filum brachiopoda dibagi menjadi dua kelas atas dasar pertautan kedua keping cangkang yaitu inartikulata dan artikulata. Pada inartikulata bentuk dan ukuran keping cangkang hampir sama yaitu tidak mempunyai ensel, kedua keping cangkang hanya dihubungkan dengan otot, sedangkan pada artikulata bentuk dan ukuran kedua keping cangkang tidak sama, kedua keping cangkang dihubungkan satu sama lain oleh otot dan ensel. Cangkang terdiri atas kalsium karbonat dalam bentuk kristal kalsik dan terluar lapisan teriostrakum. Permukaan cangkang adakalanya berhiaskan garis-garis konsentrik, menyebar, bergerigi atau berduri. Warna cangkang biasanya kuning kusam, atau kelabu. Hal ini sesuai dengan pernyataan  Suwignyo (2005) yang menyatakan bahwa Filum brachiopoda dibagi menjadi dua kelas atas dasar pertautan kedua keping cangkang yaitu inartikulata dan artikulata. Pada inartikulata bentuk dan ukuran keping cangkang hampir sama yaitu tidak mempunyai ensel artikulata sedangkan artikulata bentuk dan ukuran kedua keping cangkang tidak sama.




V.   PENUTUP
5.1.   Kesimpulan
         Berdasarkan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
-        Bentuk morfologi Kerang Lentera (Lingula unguis) yaitu memiliki cangkang yang terbuat dari zat kapur, yaitu keping dorsal yang lebih kecil dan keeping ventral yang lebih besar, mempunyai tangkai pada ujung/belakang cangkang.
-        Filum brachiopoda dibagi menjadi 2 kelas atas dasar pertautan kedua keping cangkang, yaitu inarticulata dan articulata. Pada inarculata, bentuk dan ukuran kedua keping cangkang hanya dihubungkan oleh otot, cangkang terdiri dari campuran kalium fosfat dan khitin. Pada articulata, bentuk dan ukuran kedua keping cangkang tidak sama, kedua keping cangkang dihubungkan satu sama lain oleh otot dan engsel atau ”hinge” pada bagian posterior.
5.2.   Saran
          Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini yaitu agar sebelum dilakukan praktek di laboratorium sebaiknya dilakukan praktek lapangan terlebih dahulu sehingga praktikan tidak mengalami kesulitan dan kesalahan pada saat mencari atau mengambil bahan.








I.  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perikanan merupakan suatu bidang ilmu yang terus berkembang dari waktu ke waktu dan sangat membantu dalam pencapaian pembangunan nasional, yakni masyarakat maritim dan mandiri. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perikanan sangat ditentukan oleh pengetahuan dasar yang memadai, adapun salah satu cara untuk mencapai pengembangan tersebut ialah dengan ilmu avertebrata air dimana filum mollusca sebagai salah satu filum dari beberapa filum avertebrata air. Kata  mollusca  berasal  dari  bahasa  latin  mollis  yang mempunyai arti lunak. Maka secara bahasa kata mollusca diartikan sebagai hewan bertubuh lunak.  Baik yang hidup di air tawar maupun air laut, baik yang hidup dengan cangkang maupun tanpa cangkang seperti berbagai jenis citons, siput, kerang-kerangan serta cumi-cumi dan kerabatnya.
 Anggota dari filum mollusca mempunyai bentuk tubuh yang sangat beranekaragam, mulai dari bentuk silindris seperti cacing dan tidak mempunyai  kaki  sampai bentuk  hampir bulat tanpa kepala dan tertutup dua keping cangkang besar, ukurannya sekitar beberapa cm, misalnya pada citons dan ada yang berdiameter 1-2 meter misalnya pada gurita. Oleh  sebab  itu  berdasarkan bentuk  tubuh  dan  jumlah  cangkang, serta beberapa sifat lainnya filum Mollusca dibagi menjadi 8 kelas yaitu Chaetodermomorpha, Neomeniomorpha, Monoplacophora, Polyplacophora,  Gastropoda,  Pelecypoda,  Scaphopoda dan Cephalopoda.  Tetapi dari 8 kelas tersebut hanya 3 kelas yang mempunyai nilai  ekonomis penting yaitu Gastropoda, Pelecypoda dan Cephalopoda. Ketiga kelas tersebut memberikan manfaat bagi manusia yaitu dapat digunakan sebagai bahan makanan seperti pada kerang darah (Anadara granosa), siput laut (Conus sp), dan Cumi-cumi (Loligo sp.).  selain itu dari segi industri cangkang dari filum ini memiliki nilai estetika yang tinggi karena karena cangkang mollusca mempunyai warna yang indah dan beraneka ragam terutama jenis tiram yang menghasilkan mutiara merupakan komoditas utama (Saktiyono, 2005).
Mollusca adalah hewan yang mempunyai bentuk morfologi tubuh yang lunak baiuk dengan cangkang ataupun tanpa cangkang. Yang telah hidup sejak periode Cambrian, dimana terdapat lebih dari 100.000 spesies hidup dan 35.000 spesies fosil. Kebanyakan dari filum ini dijumpai dilaut dangkal dan ada juga yang hidup pada kedalaman sampai 7.000 meter. Tetapi beberapa lainnya mempunyai habitat di air payau, air tawar dan daratan (Suwignyo, 2005).
Ciri dari filum mollusca ini mempunyai tubuh simetris bilateral, tertutup mantel dimana memiliki kemampuan menghasilkan cangkang pada tubuh serta memiliki kaki ventral.  tiga kelas yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu Gastropoda, Pelecypoda/Bivalvia dan, Cephalopoda. Ketiga kelas tersebut memberikan manfaat bagi manusia yaitu dapat digunakan sebagai bahan makanan seperti Kalandue (Polymesoda sp.), Burungo (Telescopium telescopium), Cumi-cumi (Loligo sp.), dan Gurita (Octopus sp.). Selain itu juga cangkang pada gastropoda dapat dijadikan sebagai hiasan karena banyak berwarna indah, terutama jenis tiram yang menghasilkan mutiara yang merupakan komunitas utama (Saktiyono. 2005).
Dengan demikian, berdasarkan latar belakang tersebut maka untuk memperjelas pengamatan pada filum mollusca dan dapat mengetahui filum ini, maka perlunya diadakan praktikum mengenai filum ini.
1.2    Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pratikum ini adalah untuk mengetahui bentuk morfologi, anatomi, dan dapat mengklasifikasi filum mollusca serta membedakan filum yang termaksud dalam kelas Gastropoda dan Pelecypoda
     Manfaat dari pratikum ini adalah dapat melihat secara langsung, morfologi dan anatomi, sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum mollusca.


II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Klasifikasi
  Menurut Brotowijoyo (2000), Burungo (Telescopium telescopium) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
 Kingdom : Animalia
            Filum : Mollusca
                       Kelas : Gastropoda
                                    Ordo : Mesogastropoda
                                                  Famili : Telescopinidae
                                                            Genus : Telescopium
                                                                         Species : Telescopium telescopium








(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 13. Morfologi Burungo (Telescopium telescopium)





Menurut Brotowijoyo (2000), Kalandue (Polymesoda sp.) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
            Filum : Mollusca
                Kelas : Pelecypoda
                                             Ordo : Arcoida
                                                              Famili : Arcoidaceae
                                                                        Genus : Polymesoda
                                    Species : Polymesoda sp










      (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 14. Morfologi Kalandue (Polymesoda sp)



Menurut Suwignyo (2005), Cumi-cumi (Loligo sp.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
    Kingdom : Animalia
               Filum : Mollusca
                             Kelas : Cephalopoda
                                             Ordo : Decapoda
                                                               Genus : Loligo
                                                                            Species : Loligo sp.
  








     (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 15. Morfologi Cumi-cumi (Loligo sp)


Menurut Suwignyo (2005), Gurita (Octopus sp.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :    
Kingdom : Animalia
            Filum : Mollusca
                Kelas : Cephalopoda
                                             Ordo : Decapoda
                                                            Genus : Octopus
                                                                        Species : Octopus sp.












          (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 16. Morfologi Gurita (Octopus sp.)
2.2.   Morfologi dan anatomi
   Tubuh mollusca simetris bilateral, tertutup mantel yang dilapisi oleh cangkang dan mempunyai kaki ventral, saluran pencernaan lengkap dan di dalam rongga mulut terdapat radula kecuali pada pelecypoda, radula terdiri atas tulang muda yang disebut ondotophora, mulut berhubungan dengan esophagus, perut, usus yang melingkar dan anus yang terletak pada tepi dorsal rongga mantel dibagian posterior. Jantung mollusca terdiri dari dua serambi (Auricle) dan sebuah bilik (Ventricle) terdapat pada rongga pericardium.  Alat pernapasan pada kebanyakan mollusca adalah paru-paru yang ada pada beberapa jenis tetapi secara umum mollusca mempunyai sepasang insang atau lebih yang disebut cnetidia yang digunakan sebagai alat pernapasan (Suwignyo. 2005).
2.3.  Habitat dan Penyebaran
 Habitat mollusca kebanyakan dilaut dangkal dan beberapa ditemukan pada kedalaman sampai 7000 meter, penyebarannya banyak terdapat diperairan daratan dan tempat-tempat yang dangkal (Suwignyo, 2005).
 Pada umumnya Gastropoda lambat pergerakannya dan bukan merupakan binatang yang berpindah-pindah.  Kebanyakan Cypraea ditemukan dibalik koral atau karang yang telah mati. Conus lebih banyak variasinya, ada yang menempel di atas terumbu karang, di bawah karang, di atas pasir ataupun yang membenamkan dirinya di dalam pasir. Murex ada yang hidup di atas terumbu karang, dibalik karang atau di atas pasir. Beberapa Cypraea, Conus, Muerx ditemukan hidup didasar laut yang dalamnya sampai ratusan meter (Nontji, 200).
 Pada kelas pelecypoda mempunyai habitat pada lingkungan yang eksternal di daerah pasang surut. Hewan ini juga mempunyai habitat di laut dan air tawar. |Sebagian hidup di daerah pasang surut dan umumnya hidup di daerah litoral, dan ada pada  kedalaman 5000 m. Lingkungan tempat hidup dari hewan ini adalah dasar yang berlumpur atau berpasir tetapi ada juga yang hidup pada substrat yang keras seperti lempung batu atau kayu ( Saktiyono, 2005).
2.4.  Reproduksi dan Daur Hidup
  Mollusca mempunyai Organ reproduksi yang bersifat hermaprodit, yaitu organ kelamin jantan dan betina berada dalan satu individu (monoecious) atau dapat juga terpisah yaitu ada jenis jantan dan jenis betina (dioecious). Reproduksi secara aseksual, secara umum berkelamin satu dan fertilisasi (pembuahan) dapat terjadi secara internal ataupun eksternal (Brotowidjiyo, 2000).

2.5.  Makanan dan Kebiasaan Makan
  Makanan dan kebiasaan makan beragam yaitu ada yang bersifat herbivora, karnivora, ciliary fender, deposit feeder, parasit maupun scavenger.  Pada kelas Gastropoda yaitu burungo (telescopium telescopium) memiliki makanan yang terdiri atas bayam, dan tanaman lainnya. Makanan tersebut diaduk dengan menggunakan mandibula yang bersifat tanduk dan dihancurkan oleh radula. Radula dan tulang rawan serta otot bergerak kearah depan dan belakang inilah yang disebut massa bakal.  Kelenjar ludah yang terletak di kanan kiri tembolok melepaskan hasil ekskresi melalui suatu saluran ludah ke dalam rongga mulut yang akan bercampur dengan makanan adapun pada Gastropoda beragam yaitu ada yang bersifat herbivore, karnivora, ciliary fender, deposit feeder, parasit maupun scavenger (Sudarno, 2000).
2.6.  Nilai Ekonomis
   Filum mollusca menguntungkan karena digunakan sebagai sumber makanan yang mengandung protein hewani yang cukup tinggi yang berguna bagi kecerdasan anak dalam berkembang.  Mollusca  juga mempunyai nilai ekonomis karena mempunyai harga yang tinggi contohnya cumi-cumi, gurita, kalandue, dan burungo.  Selain itu cangkang juga dapat dijadikan sebagai bahan industri dan hiasan karena memiliki warna yang indah dan beragam. Terutama jenis tiram yang menghasilkan mutiara merupakan komodutas utama (Saktiyono. 2005).
 Filum mollusca mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena hewan ini selain bisa dikonsumsi sebagai bahan makanan juga cangkang dari hewan ini bisa dijadikan sebagai bahan industri. Protein yang terkandung dari hewan ini sangat tinggi dan cangkang dari hewan ini memiliki warna yang indah dan beragam ( Aslan, dkk. 2011) .









III.   METODE  PRAKTIKUM
3.1.   Waktu dan Tempat
         Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal  20 November 2011,  pukul 14.00-17.00 WITA.  Bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.
3.2.   Alat dan Bahan
         Alat dan bahan yang digunakan  pada  praktikum filum Mollusca dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 4. Alat dan Bahan beserta kegunaannya pada filum Mollusca
  No.              Alat dan Bahan                                              Kegunaan  
 1.        Alat   :
              -  Baki (Dissecting-pan)                                       Wadah menyimpan objek
              -  Pisau bedah (Scalpel)                                         Alat membedah  objek
              -  Pinset (forceps)                                                  Alat mengambil bahan
 2.        Bahan  :
               -  Burungo (Telescopium telescopium)                 Objek yang diamati
               -  Gurita  (Octopus sp.)                                        Objek yang diamati
               -  Cumi-cumi (Loligo sp.)                                     Objek yang diamati
               -  Kalandue (Polymesoda sp.)                              Objek yang diamati        



3.3  Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada partikum ini adalah sebagai berikut :
-          Mengambil Organisme filum mollusca di perairan laut kemudian membawanya  ke   Laboratorium.
-          Mengamati bentuk morfologi dan anatomi organisme mollusca tersebut.
-          Menggambarkan bentuk morfologi dan anatominya serta memberikan keterangan pada setiap gambar tersebut.



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
        Hasil pengamatan pada praktikum filum Mollusca ini adalah sebagai berikut:
-     Pengamatan Kelas Gastropoda
                                                                                                Keterangan :
1.        Umbo
2.        Garis Pertumbuhan
3.        Mulut


Gambar 17. Morfologi Burungo (Telescopium telescopium)
-     Pengamatan Kelas Pelecopoda/Bivalvia
                                                                                                Keterangan :
1.      Cangkang
2.      Ligamen
3.      Umbo
4.      Garis pertumbuhan

Gambar 18. Morfologi Kalandue (Polymesoda sp.)
                                                                                                Keterangan :
1.      Gigi
2.      Pul
3.      Mulut
4.      Otot Abduktor


Gambar 19. Anatomi Kalandue (Polymesoda sp.)



-  Pengamatan Kelas Cephalophoda
                                                                                                Keterangan :
1.    Tangan
2.    Kepala
3.    Tactil Arm
4.    Sifon
5.    Mantel
6.    Tentacular club
7.    Rostrum






Gambar 20. Morfologi Cumi- Cumi (Loligo sp)
                                                                                                Keterangan:
1.      Tangan Tentakel
2.      Mulut
3.      Kepala
4.      Badan
5.      Mantel
6.      Insang
7.      Sifon
8.      Jumbai
9.      Bintik Mata
10.  Alat pengisap
11.  Hecto cotylus
Gambar 21. Morfologi Gurita (Octopus sp).

4.2  Pembahasan
Mollusca berasal dari bahasa Yunani yaitu “molis”  yang berarti lunak.  Jenis mollusca yang umum dikenal ialah siput, kerang dan cumi-cumi.  Anggota dari filum mollusca mempunyai bentuk tubuh yang sangat beragam, dari bentuk silindris seperti cacing dan tidak mempunyai kaki maupun cangkang, sampai bentuk hampir bulat tanpa kepala dan tertutup dua keeping cangkang besar.
Pada pengamatan kelas Gastropoda spesies yang diamati adalah Burungo (Telescopium telescopium). Hewan ini memiliki tubuh yang tertutupi oleh cangkang seperti kerucut, dengan arah putaran ke kanan dan hewan ini juga mempunyai tentakel.  Hal  Ini didukung dengan pernyataan Kimbal (2000) yang menyatakan bahwa hewan ini mempunyai cangkang yang bentuknya seperti kerucut dan mempunyai struktur tubuh yang terdiri atas kepala, leher, dan organ visceral.  Hewan ini juga mempunyai sepasang tentakel  panjang yang digunakan sebagai alat untuk melihat dan mempunyai tentakel pendek yang berfungsi sebagai indera penciuman.  Cangkang gastropoda terdiri atas satu lapisan.  Lapisan paling luar disebut periostrakum  yang berfungsi untuk melindungi lapisan bawah cangkangnya yang tebuat dari kalsium karbonat CaCO3 yang tahan terhadap erosi.
Pengamatan pada kelas Pelecypoda yaitu Kalandue (Polymesoda sp.) dimana hewan ini memiliki dua cangkang yaitu sisi anterior dan posterior yang menyatu dan dapat membuka.  Setelah cangkang hewan ini dibelah, Nampak salah satu organ tubuhnya yang menyrupai kapak yang berfungsi sebagai alat gerak. Tubuh hewan ini pipih dan Nampak garis-garis yang melingkar pada cangkangnyas.  Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugianto (2005) bahwa tubuh pipih secara lateral dan seluruh tubuh tertutup dua keping  cangkang yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya “hinge ligament”.  Kedua keping cangkang pada bagian dalamnya ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan sebuat otot aduktor posterior yang bekerjasama secra antagonis dengan hinge ligament.  .
Pengamatan pada kelas Cephalopoda yakni gurita (Octopus sp.), hewan ini termasuk dalam kelas cephalopoda karena memiliki delapan buah tentakel, hewan ini juga mempunyai bentuk morfologi tubuh yang lunak dan terdapat organ yang berbentuk corong yang digunakan untuk menyemburkan air sehingga dapat bergerak lebih cepat dalam air, pada bagian kepala terdapat dua pasang mata dan sepasang bintik mata yang tentakelnya terdapat masing-masing sucker (alat penghisap) yang memanjang diseluruh tentakelnya yang digunakan untuk menangkap mangsanya.  Pada cumi-cumi (Loligo sp), memiliki 8-10 tentakel yang berfungsi sebagai alat pertahanan diri jika ada yang mengancam dengan menyemburkan tinta. Sesuai dengan pernyataan Suwignyo (2005), yang menyatakan bahwa cumi-cumi ( Loligo sp.) memiliki kantung tinta yang berisi cairan yang berwarna hitam, cairan tinta tersebut akan disemburkan jika sedang menghadapi bahaya.
Filum Mollusca ini sangat menguntungkan dilihat dari segi sumber makanannya karena mengandung protein hewani yang cukup tinggi hal ini sesuai dengan pernyataan Saktiyono (2005) bahwa filum mollusca menguntungkan karena digunakan sebagai sumber makanan yang mengandung protein hewani yang cukup tinggi yang berguna bagi kecerdasan anak dalam berkembang.
Organ reproduksi pada filum mollusca dapat bersifat hermaprodit, yaitu organ kelamin jantan dan betina berada dalan satu individu (monoecious) atau dapat juga terpisah yaitu ada jenis jantan dan jenis betina (dioecious), hal ini didukung pernyataan Nontji (2005) bahwa. organ reproduksi pada filum mollusca dapat bersifat hermaprodit yang bersifat monoecious dan dioecious.  Reproduksi secara aseksual, secara umum berkelamin satu dan fertilisasi (pembuahan) dapat terjadi secara internal ataupun eksternal.  Pada kelas pelecypoda merupakan hewan berkelamin terpisah (berumah dua), sehingga ada jenis-jenis jantan dan betina dengan pembuahan di luar tubuh (eksternal).



V.  PENUTUP
5.1  Kesimpulan
       Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
-          Anggota dari filum mollusca mempunyai bentuk yang beraneka ragam, dari bentuk silindris seperti cacing dan tidak memiliki kaki maupun cangkang, sampai bentuk hampir bulat tanpa kepala dan tertutup dua keping cangkang besar.  Tubuh mollusca simetri radial tertutup mantel yang menghasilkan cangkang dan mempunyai kaki ventral.  Saluran pencernaan pada mollusca lengkap dan didalam rongga mulut terdapat radula.
-          Gastropoda mempunyai sebuah cangkang,  biasanya melingkar karena torsi, bentuk kepala jelas mempunyai tentakel, mempunyai mata dan radula, kaki lebar dan datar. Bernapas dengan sebuah atau sepasang insang atau “paru-paru”.  Sedangkan Pelecypoda mempunyai cangkang dua keping biasanya simetris bilateral, dengan mantel dan lingkaran dibagian dorsal.  Otot aduktor 1 atau 2 buah, biasanya tepi mantel posterior membentuk sifon. 
-          Semua Cephalopoda adalah karnivora, mempunyai penglihatan yang tajam untuk mencari mangsa dan menggunakan  tangan atau tentakelnya untuk menangkap mangsa.
-          Pada Pelecypoda  sebagian besar cillia feeder, karena sebagian deposit feeder maupun feeder cilia memegang peranan penting dalam mengalirkan makanan ke mulut  makanan yang tidak dapat dicerna disalurkan oleh minor tyhosole ke usus.
-          Hewan anggota kelas Gastropoda berjalan dengan perutnya, kepala jelas terlihat mempunyai satu atau dua  tentakel.  Memiliki cangkang yang tersusun atas zat kapur yang berfungsi melindungi tubuhnya contohnya pada Burungo (Telescopium telescopium).
-          Perbedaan antara kelas Gastropoda dan Pelecypoda adalah, pada kelas Gastropoda memilki satu lapisan cangkang, sedangkan pada kelas Pelecypoda memiliki tiga lapisan cangkang.
5.2    Saran
Saran yang dapat saya sampaikan dalam pembuatan laporan ini adalah sebaiknya fasilitas yang terdapat di laboratorium jurusan perikanan agar lebih memadai terutama fasilitas kursi para praktikan, dimana ada praktikan yang melakukan praktek duduk sementara ada praktikan yang melakukan praktek dengan berdiri, hal ini akan membuat praktikan kurang nyaman dalam melakukan praktek.

I.       PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Filum Annelida berasal dari bahasa latin Annulus (cincin kecil atau gelang-gelang atau ruas-ruas) dan oidos (bentuk).  Oleh sebab itu Annelida disebut cacing cincin, cacing gelang , atau cacing bersegmen.  Filum Annelida mencakup berbagai jenis cacing yang mempunyai ruas-ruas sejati  seperti nereis, cacing tanah dan lintah. Hewan-hewan tersebut terdapai di laut, air tawar dan di darat.  Ciri khas filum Annelida adalah tubuh terbagi menjadi ruas-ruas yang sama sepanjang sumbu anterior posterior.  Istilah lain untuk ruas tubuh yang sama ialah metamere, somite atau segment.  Bagian tubuh paling anterior disebut prostomium bukanlah suatu ruas, demikian pula bagian di ujung posterior yang disebut pigidium, dimana terdapat anus.  Segmentasi pada Annelida tidak hanya membagi otot dinding tubuh saja melainkan juga menyekat rongga tubuh atau coelom dengan sekatan yang disebut septum, jamak septa.  Tiap septum terdiri atas dua lapis peritoneum, masing-masing berasal dari ruas di muka dan di belakangnya.  Filum Annelida terdiri atas sekitar 75.000 spesies, meliputi tiga kelompok besar, Polychaeta, Oligochaeta dan Hirudinea, serta dua kelompok kecil Aeolosomata dan Branchiobdella (Hari, 2008)
Kelas Polychaeta adalah kelompok hewan invertebrata terbesar, yaitu sekitar 8000 spesies, kelompok terbesar ditemukan di laut.  Bentuk yang khas dari Polychaeta adalah bentuk tubuhnya yang beruas-ruas dan setiap ruasnya terdapat sepanjang parapodia.  Jenis  cacing  Polychaeta  umumnya  banyak  ditemui di daerah pantai, beberapa jenis hidup di bawah  batu  karang, dalam lubang dan liang di dalam batu karang, dalam lumpur dan lainya hidup di dalam tabung yang terbuat  dalam  bahan (Romimohtarto dan Juwana, 2007).
Kelas Olygochaeta yang terkenal adalah cacing tanah dan tubifex.  Berbeda dengan polychaeta, bentuk tubuh Olygochaeta tidak banyak variasinya.  Terdapat lebih dari 3.100 spesies, kebanyakan terdapat di air tawar, beberapa di air laut, payau dan darat.  Jenis aquatik umumnya terdapat pada daerah dangkal yang kurang dari  1m beberapa membuat lubang dalam lumpur atau sebagai aufwuchus pada tumbuhan air yang tenggelam ada pula yang membuat selubung menetap (Aslan, dkk., 2011).
Filum annelida sangatlah berperan besar bagi perikanan. Karena itu, mengetahui filum annelida hanya melalui literatur-literatur tidaklah cukup, sehingga praktikum secara langsung untuk mengetahui morfologi, anatomi serta kegunaan filum annelida sangat penting untuk dilakukan khususnya bagi mahasiswa perikanan.



1.2         Tujuan dan Manfaat
 Tujuan dilaksanakannya praktikum ini yaitu untuk melihat secara langsung tentang morfologi dan anatomi filum annelida, dapat membedakan annelida darat dan annelida laut serta untuk mengetahui peranan annelida yang penting bagi perikanan
Manfaat dari praktikum ini yaitu praktikan dapat memperoleh informasi dan menambah wawasan tentang filum Annelida sehingga setelah praktikum ini, praktikan dapat mengetahui morfologi, anatomi dan dapat membedakan jenis annelida darat dan laut serta memperoleh wawasan tentang manfaat langsung filum annelida khususnya bagi perikanan.









II.    TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Klasifikasi
Klasifikasi Cacing Laut (Nereis sp) menurut Suwignyo (2005) adalah sebagai berikut :
Filum      :   Annelida
                              Class     :   Polychaeta
                           Ordo    :   Phyllodocida
                                                    Famili   :   Nereidae
                                                               Genus   :   Nereis
                                                                           Spesies   :   Nereis sp.



                                                (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 22. Morfologi cacing laut ( Nereis sp.)


klasifikasi Cacing Tanah (L. terrestris) menurut Kikie (2006) dapat diklasifikasikan sebagai berikut  :
Filum   :   Annelida
            Class    :   Olygochaeta
                Ordo   :   Ophistopora
                           Family   :   Megascolecidae
                                         Genus    :   Lumbricus
                                                               Spesies   :   Lumbricus  terrestris









                                               
                                                    (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 23. Morfologi cacing tanah ( L.  terrestris)


            Klasifikasi Lintah (Hirudo sp.) menurut  Pinnata (2009) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum   :   Annelida
              Kelas   :   Clitellata
                   Sub kelas   :   Hirudinea
                        Ordo             :      Arhychobdellida atau Rhynchobdellida
                                  Genus        :         Hirudo
                                            Spesies     :     Hirudo sp.









   (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 24. Morfologi lintah (Hirudo sp.)
2.2         Morfologi dan Anatomi
Annelida berasal dari bahasa latin annelus berarti cincin kecil-kecil dan oidos berarti bentuk, karena bentuk cacing seperti sejumlah besar cincin kecil yang diuntai. Tubuh terbagi menjadi ruas-ruas yang sama sepanjang sumbu anterior-pasterior. Bagian tubuh paling posterior disebut prostomium bukan suatu ruas. Bagian di paling posterior yang disebut pigidium terdapat anus. Polychaeta berasal dari bahasa Yunani poly berarti banyak dan chaeta berarti setae atau sikat. Umumnya berukuran panjang 5-10 cm dengan diameter 2-10 mm. Tiap sisi lateral ruas tubuh kecuali kepala dan ujung posterior, biasanya terdapat sepasang parapodia dengan sejumlah besar setae.  Bentuk parapodia dan setae pada setiap jenis tidak sama, sehingga dipakai untuk identifikasi jenis-jenis polychaeta. Prostomium terdapat mata, antenna dan palp. 
Olygochaeta berasal dari bahasa Yunani Oligos yang berarti sedikit dan chaete, duri.  Ruas-ruas tubuh cacing dewasa dapat dikatakan sama bentuk dan ukurannya, kecuali bagian anterior dan posterior. L. terrestris digunakasn sebagai contoh morfologi dan anatomi oligochaeta pada umumnya. Jumlah ruas atau some pada cacing dewasa antara 115-200 buah, dan pada spesies dari famili Haplotaxidae sampai 500 buah.  Ruas pertama adalah Peristomium yang mengandung mulut, dan ruas terakhir terdapat anus. Untuk kelas hirudinae, ruas tubuh tampak jelas, clitellum dorsal, parapodia dan cili tidak ada. Lintah mudah dikenal dari bentuknya yang khas yaitu adanya 2 buah alat penghisap, anterior dan posterior, sehingga lintah dapat menempel dengan erat pada kedua ujungnya. Lintah tidak mempunyai parapodia maupun setae, tetapi mempunyai clitellum.  Panjang tubuh lintah dalam keadaan tenang antara 1-5 cm, kecuali beberapa spesies seperti Hirudo medicinalis dapat mencapai 20 cm.  Bentuk semua jenis lintah dapat dikatakan sama, pipih dorso-ventral dan ujung anterior acapkali meruncing.  Alat penghisap anterior mengelilingi mulut, biasanya lebih kecil dari pada alat penghisap posterior. Jumlah ruas sejati pada semua jenis lintah selalu tetap yaitu 234 buah tetapi kehadiran ruas-ruas semua eksternal atau annuli mengaburkan jumlah dan bentuk ruas yang asli (Hari, 2008).
Polychaeta yaitu pada  Cacing Laut ( Nereis sp.) adalah anggota benthos yang memiliki sifat umum, yakni bentuk tubuhnya memanjang seperti cacing, tubuhnya terdiri dari beberapa ruas dan setiap ruasnya ditumbuhi oleh sepasang kaki semu (Parapodia yang pipih) ( Hutabarat  dan Evans, 1985  dalam Parlan,  2006).
Ciri khas filum annelida adalah tubuh terbagi menjadi ruas-ruas yang sama sepanjang sumbu anterior dan posterior. Bagian tubuh paling anterior disebut prostomium bukanlah suatu ruas, demikian pula bagian di ujung posterior yang disebut pigidium, dimana terdapat anus. Segmentasi pada annelida tidak hanya membagi otot dinding tubuh saja melainkan juga menyekat rongga tubuh atau coelom dengan sekatan yang disebut septum, jamak septa. Tiap septum terdiri dua lapis peritoneum, masing-masing berasal dari ruas dimuka dan dibelakangnya. Saluran pencernaan lengkap, lebih kurang lurus, memanjang dari mulut di anterior dan anus di posterior. Pencernaan ekstraseluler, alat eksresi adalah nephridia, terutama metanephridia, yang terdapat sepasang tiap ruas. Sistem pernafasannya melalui seluruh kulit, insang atau apendiks. Peredaran darah tertutup, sistem saraf terdiri dari sepasang cerebral ganglia atau otak pada prostomium, saraf penghubung melingkari pharynx, sebuah atau sepasang banang saraf ventral sepanjang tubuh, yang dilengkapi sebuah ganglion dan sepasang saraf lateral pada tiap ruas (Simmon, 2004).
2.3    Habitat dan Penyebaran
Cacing polychaeta terutama hidup di laut meskipun beberapa jenis nereid mempunyai toleransi terhadap salinitas rendah dan telah beradaptasi untuk hidup di air payau dan estuary. Beberapa terdapat di air tawar sampai 60 km dari laut, seperti di Bogor (Hari, 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan Romimohtarto dan Juwana (2001), bahwa polychaeta banyak ditemui di pantai, sangat banyak terdapat pada pantai cadas, paparan lumpur dan sangat umum ditemui di pantai pasir.  Beberapa jenis hidup di bawah batu, dalam lubang lumpur dan yang lainnya lagi hidup dalam tabung yang terbuat dari berbagai bahan.  Meskipun mereka adalah hewan benthic, tetapi beberapa jenis berenang bebas di dekat permukaan laut, terutama selama musim memijah.
Cacing laut (Nereis sp.) terutama hidup di laut, meskipun beberapa jenis nereis mempunyai toleransi terhadap salinitas rendah dan telah beradaptasi untuk hidup di air payau dan estuary.  Beberapa terdapat di air tawar sampai 60 km dari laut seperti Bogor (Suwignyo, dkk., 2005). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hari (2008) bahwa lebih dari 3.100 spesies dari kelas olygochaeta, kebanyakan terdapat di air tawar, beberapa di laut, air payau dan darat, beberapa membuat lubang dalam lumpur atau sebagai aufwuchs pada tumbuhan air yang tenggelam. Kebanyakan spesies laut hidup dalam lubang, di bawah batu atau pada rumput laut.  Semua jenis spesies dari darat hidup dalam lubang di tanah lembab.  Kelas hirudinea terdapat  di laut, air tawar dan darat.  Kebanyakan lintah hidup di air tawar yang tenang, dangkal, dan banyak tumbuhan airnya, pada tepi kolam, danau atau sungai dengan aliran lambat.  Hanya beberapa spesies dapat hidup di air deras. Perairan dengan pH rendah tidak disukai lintah.  Jenis tertentu banyak ditemukan pada perairan yang tercemar bahan organik.
2.4         Makanan dan Kebiasaan Makan
Makanan dari kelas polychaeta seperti cacing Nereis sp. yaitu meliputi : hewan-hewan avertebrata, alga dan detritus.  Dia memegang mangsa dengan sepasang taring yang tajam dimana taringnya tersebut dapat menjulur keluar. Selanjutnya sebagian besar pencernaan dan absorbsi terjadi pada organ pencernaan yang sangat banyak percabangannya dan tersebar pada seluruh bagian dalam tubuh, dimana hasil pencernaan diedarkan lewat intraselular (menjadi sari-sari makanan) ke seluruh jaringan tubuh dan dengan cara transport aktif dan difusi secara pasif (Romimohtarto, 2007).
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Hari (2008) bahwa untuk kelas Polychaeta, cara makan bermacam-macam sesuai kebiasaan hidupnya.  Karnivor atau raptorial feeder, dilakukan oleh kebanyakan dari jenis errantia.  Mangsa terdiri atas berbagai avertebrata kecil yang ditangkap dengan pharynx atau proboscis yang dijulurkan. Cacing polychaeta merupakan pemakan endapan atau deposit feeder, secara langsung atau tidak langsung. Cacing kelas olygochaeta umumnya mendapatkan makanan dengan cara menelan substrat seperti halnya cacing tanah, dimana bahan organik yang melalui saluran pencernaan akan dicerna, kemudian tanah beserta sisa pencernaan dibuang melalui anus.  Adakalanya makanan itu terdiri atas ganggang filament , diatom dan detritus.  Sebagian besar spesies, sekitar 75% dari jumlah speseis lintah yang telah dikenal ialah ektoparasit penghisap darah.  Jenis lainnya banyak yang predator, dan memangsa cacing, siput dan larva serangga.  Beberapa jenis termasuk scavenger, pemakan bangkai. Pada waktu makan, lintah menempelkan alat penghisap anteriornya pada permukaan tubuh mangsa atau inang dan menyayat kulit mangsa dengan tepi rahangnya. Di belakang rahang terdapat pharynx berotot sebagai pompa. Kelenjar ludah (salivarygland) menghasilkan anticoagulant yang disebut hirudin, asal nama Hirudinea, berfungsi untuk mencegah pembekuan darah mangsa.
2.5         Nilai Ekonomis
Cacing polychaeta merupakan makanan alami yang baik bagi udang windu. Penaeus monodon di tambak, menjadikan warna udang lebih cemerlang, berarti meningkatkan mutu udang. Jenis-jenis sabellidae dan serpulidae seperti Sabella pavonina dan Spirografis spalanzani terkenal keindahannya, berbentuk seperti bunga gerbra dengan warna seperti bulu merak, diperdagangkan untuk aquarium laut (Romimohtarto dan Juwana, 2007).
Untuk kelas olygochaeta, keberadaan cacing tubificid di sungai tercemar dan saluran pembuangan dari pemukiman adakalanya sangat banyak, sehingga menjadi mata pencaharian bagi pedagang pengumpul cacing untuk dijual ke pengusaha ikan hias dengan sebutan cacing trambut/cacing sutera. Abad ke-19 di Eropa dan Rusia cacing dari kelas hirudiae khususnya spesies Hirudo medicinalis digunakan pada pengobatan tradisional untuk menyembuhkan bengkak, serta memar dan bengkak pada sakit gigi. Namun merupakan ganguan kecil bagi kerbau dan manusia, serta menimbulakn mortalitas yang tinggi terhadap anak ikan karena merupakan parasit pada ikan (Hari, 2008)






III.  METODE PRAKTIKUM
3.1   Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 27 November 2011 pukul 14.00-16.00 WITA, bertempat di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.
3.2         Alat dan Bahan
Alat dan bahan serta kegunaannya pada praktikum filum Annelida dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.  Alat dan bahan serta kegunaannya pada filum Annelida   
  No.              Alat dan Bahan                                              Kegunaan  
  1.        Alat   :
              -  Baki (Dissecting-pan)                                       Wadah menyimpan objek
              -  Pisau bedah (Scalpel)                                         Alat membedah  objek
              -  Pinset (forceps)                                                  Alat mengambil bahan
 2.        Bahan  :
               -  Cacing laut (Nereis sp.)                                   Objek yang diamati
               -  Cacing darat  (Lumbricus terrestis)                 Objek yang diamati
               -  Lintah (Hurido sp.)                                          Objek yang diamati
              

3.3    Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1.      Mengambil organisme filum annelida di perairan laut kemudian dibawa ke laboratorium.
2.      Melakukan pengamatan pada organisme tersebut
3.      Menggambar organisme tersebut dan memberi keterangan secara lengkap lalu mengidentifikasikannya.
IV.        HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.       Hasil Pengamatan
Keterangan :
1.      Mulut
2.      Epidermis
3.      Rambut halus
(Paropodia)
4.      Segmen

Gambar 25. Morfologi Cacing Laut (Nereis sp.)
Keterangan :
1.      Mulut
2.      Kliteum
3.      Segmen
4.      Epidermis


Gambar 26. Morfologi Cacing Tanah (L. terrestris)

Keterangan :
1.      Mulut
2.      Segmen
3.      Epidermis
4.      Anus

Gambar 27. Morfologi Lintah (Hirudo sp.)


4.2         Pembahasan
Filum Annelida mencakup berbagai jenis cacing yang mempunyai ruas-ruas sejati seperti nereis, cacing tanah, dan lintah. Hewan-hewan tersebut terdapai di laut, air tawar, dan di darat.  Berdasarkan hasil pengamatan pada cacing laut (Nereis sp), diketahui bahwa organisme tersebut mempunyai banyak bulu yang menyebar pada parapodia yang melekat pada sisi masing-masing ruas tertentu, setiap ruas mempunyai seperangkat otot sendiri dan terpisah dari ruas sebelahnya, parapodia tersebut berfungsi sebagai alat gerak dan perlindungan. Parapodia ini memiliki cuping yang ditumbuhi oleh bulu-bulu (setae), sesuai dengan namanya, Polychaeta, poly berarti banyak dan chaeta berarti setae atau sikat.  Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Aslan, dkk., (2011) yang menyatakan bahwa pada tiap sisi lateral ruas tubuh polychaeta, kecuali kepala dan bagian ujung posterior, biasanya terdapat sepasang parapodia dengan sejumlah besar setae, parapodia merupakan pelebaran dinding tubuh yang pipih dan biramus, terdiri atas notopodium dan neuropodium, masing-masing ditunjang oleh sebuah batang kitin yang disebut acicula, gerak polychaeta disebabkan oleh perpaduan gerak antara parapodia, otot dinding tubuh dan cairan rongga tubuh. Pada bagian kepala terdapat dua buah antena peristomial cirri, terdapat mata peristomial dan parapodium.
Pada pengamatan cacing tanah (L. terrestris), dtemukan bahwa tubuh cacing tanah terdiri atas segmen-segmen. Pada cacing ini juga ditemukan beberapa segmen dengan epidermis yang lebih tebal, disebut clitellum yang merupakan ciri khas bagian yang digunakan sebagai alat untuk melakukan proses reproduksi yang mengandung sejumlah lendir.  Hal ini sesuai dengan pernyataan Pratiwi (2000) yang menyatakan bahwa pada sepertiga dari bagian depan tubuhnya terdapat clitellum yang dibentuk oleh beberapa segmen berdekatan yang mengalami penebalan. Di dalam clitellum berisi berbagai macam kelenjar atau lendir.  Kepalanya kecil dan tidak mempunyai alat peraba.  Selain itu juga ditemukan bahwa tubuh cacing tanah selalu lembab, dikarenakan cacing ini menggunakan seluruh permukaan tubuhnya untuk bernapas.



V.                PENUTUP
5.1.   Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini yaitu :
-       Pada cacing laut (Nereis sp), morfologinya terdiri atas segmen-segmen yang berbulu (setae) dan tiap segmen terdapat sepasang parapodia.  Menyerupai ulat bulu tetapi lebih panjang dan kecil, umumnya antara 5-10 cm.
-       Pada cacing tanah (L. terrestris), morfologinya bersegmen-segmen, selalu lembab dan mengandung lendir serta mempunyai clitellum pada segmen tertentu.
-       Nilai ekonomis annelida yaitu sebagai bahan makanan seperti cacing wawo dan cacing palolo. Cacing polychaeta merupakan makanan alami yang baik bagi udang windu.  Jenis-jenis sabellidae dan serpulidae seperti Sabella pavonina dan Spirografis spalanzani terkenal keindahannya, berbentuk seperti bunga gerbra dengan warna seperti bulu merak, diperdagangkan untuk aquarium laut. Cacing dari kelas hirudinae yaitu Hirudo medicinalis digunakan pada pengobatan tradisional untuk menyembuhkan bengkak, serta memar dan bengkak pada sakit gigi.

5.2. Saran
Pada praktikum di tahun-tahun mendatang, sebaiknya bahan pada praktikum laboratorium didasarkan pada bahan yang ditemukan pada saat praktikum lapangan.


I. PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
  Crustacea mampu hidup di perairan antara lain disebabkan karena anggota badannya yang bersendi-sendi (bahasa yunani, arthros berarti sambungan atau sendi) sehingga mudah berjalan atau berenang dengan cepat. Disamping itu, adanya kulit yang keras (Bahasa romawi, crusta berarti kulit keras atau kerak), adakalanya tebal dan berduri tidak disukai predator (Suwignyo, 2005).
  Ruas-ruas pembentuk crustacea dapat dibedakan menjadi kepala, thorax, dan abdomen. Ruas-ruas pembentuk kepela pada semua crustacean tumbuh menjadi satu, sedangkan penyatuan beberapa ruas thorax atau ruas abdomen merupakan keadaan biasa. Penyatuan kepala dengan satu, beberapa atau seluruh thorax disebut cephalothorax, dan biasanya tertutup kerapas (carapace) di bagian dorsalnya (Sugiarti, 2005).
Sifat umum kelas ini mencakup kerangka luar keras dari kitin, yakni polosakarida (polysacharida) majemuk, suatu jenis karbohidrat. Cangkang dihasilkan oleh epidermis,  karena sifatnya yang tak elastis pada saat mengeras maka ia harus ditinggalkan secara berkala (Suwignyo, 2005).
Sejak tahun 1990 banyak ahli Zoologi yang membagi kelompok Arthropoda menjadi filum Onycophora, filum Trilobita, filum Chelicerata, filum Uniramia, dan filum Crustacea. Terdapat sekitar 40.000 spesies hewan dari kelas Crustacea yang mencakup jenis-jenis Cepopoda berupa udang dan kepiting. Pada dasarnya tubuh Crustacea dapat dibedakan menjadi kepala, thoraks dan abdomen, tiap ruas tubuh mempunyai sepasang apendiks (anggota badan) yang berjumlah banyak, namun pada evolusinya terjadi pengurangan jumlah apendik dan perubahan bentuk susuai fungsinya (Aslan, dkk., 2011).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum sehingga kita lebih mengetahui secara luas mengenai filum Crustacea serta peranannya dalam lingkungan masyarakat.
1.2.  Tujuan dan Kegunaan
  Tujuan dari praktikum ini yaitu mengetahui bentuk morfologi dan anatomi serta bagian-bagian dari Crustacea, dapat mengklasifikasikan filum Crustacea dan  membedakan  jantan dan betina.
  Manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mendapatkan gambaran tentang morfologi dan anatomi dari spesies filum Crustacea, serta penjelasan mengenai manfaat dari organisme ini.

II.    TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi
 Klasifikasi Udang Windu (Panaeus monodon), menurut suwignyo (2005) adalah sebagai berikut
Kingdom : animalia
         filum : crustacea
                  Kelas : decapoda
                           Ordo : calanoida
                                    Famili : peneidae
                                             Genus : panaeus
                                                      Spesies : panaeus monodon


                                                                                                                      







                                        (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 28. Morfologi udang windu (panaeus monodon)





Klasifikasi Udang Putih (Panaeus marguensis) menurut Sugiarti (2005) adalah sebagi berikut:
Kingdom : animalia
         filum : crustacea
                  Kelas : malacostraca
                           Ordo : syncarida
                                    Famili : peneidae
                                             Genus : panaeus
                                                      Spesies : panaeus  marguensis









                                                                (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 29. Morfologi udang putih (Panaeus marguensis)







Klasifikasi Kepiting Bakau (Scylla serrata), menurut Romimohtarto (2007), adalah sebagai berikut:
Kingdom : animalia
         Filum : crustacea
                  Kelas : malacostraca
                           Ordo : syncarida
         Famili : scyllanidae
                                             Genus : scylla
                                                      Spesies : scylla  serrata










(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 30. Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)







Klasifikasi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) menurut Suwignyo (2005) adalah sebagai berikut:
Kingdom : animalia
         filum : crustacea
                  Kelas : cirripedia
                           Ordo : rhizochepala
                                    Famili : portunidae
                                             Genus : portunus
Spesies : portunus  pelagicus










                                                               (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 31. Morfologi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)








Seorang ahli bernama Patasik (2004) mengklasifikasikan lobster , adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
          Sub filum : Mandibulata
                 Kelas : Crustacea
                      Sub kelas : Malacostraca
                                  Seri : Eumalacostraca
                                         Super ordo : Eucarida
                                                  Ordo : Decapoda
                                                        Sub ordo : Reptantia
                                                                   Famili : Parastacidae
                                                                           Genus : Panulirus
                                                                                  Spesies : Panulirus spp.
    (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
Gambar 32 . Morfologi lobster (Panulirus spp.)                 
2.2.  Morfologi dan Anatomi
  Spesies udang windu (panaeus monodon) yakni tubuh udang windu dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing (Suwignyo, 2011).
Spesies udang putih (Panaeus marguensis) Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau Carapace. Bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau rostrum. Pada bagian atas rostrum terdapat 7 gerigi dan bagian bawahnya 3  gerigi (Suwignyo, 2011).
Kepiting bakau (Scylla serata) memiliki kerapaks berwarna seperti lumpur dan sedikit kehijauan. Panjang karapaksnya hampir semua licin kecuali pada beberapa tehnik bergranula (berbentuk kasar). Ukuran kepiting yang ada di alam bervariasi tergantung wilayah dan musim. Misalnya, diperairan bakau Ujung Alang, Cilacap, terdapat kepiting dengan kisaran panjang karapas ( kerangka luar ) 18,80mm – 142,40 mm. Sedangkan di perairan bakau Segara Anakan, Cilacap, didapatkan kepiting dengan kisaran panjang karapas 19,20 mm – 116,70 mm. (Soim, 1994 dalam Tomu 2000).
Spesis Portunus pelagicus memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata terdapat duri sembilan buah, dimana duri yang terakhir berukuran lebih panjang. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang, 3 kaki sebagai kaki jalan, dan 1 pasang kaki berfungsi sebagai dayung untuk berenang. Nontji (2007) menyatakan rajungan mempunyai 5 pasang kaki jalan, dimana kaki jalan pertama berukuran besar (DKP, 2007).
2.3.  Habitat dan Penyebaran
Udang putih (Panaeus merguensis) dari keseluruhan siklus hidupnya melewati 4 tingkatan dengan berganti kulit sebanyak 18-22 kali, dan mengalami 4 kali perubahan bentukl yang melalui beberapa lingkungan yang berbeda yaitu larva, juvenil (udang muda), immatur (betina belum dewasa) dan mature (dawasa). Pada tingkatan larva mulai dari fase naufliur sampai paska larva siklus hidupnya bermigrasi dari daerah laut lepas bergerak menuju daerah estuari, pada tingkatan estuari menuju laut lepas dan pada tingkatan dewasa (mature) hidup dan tumbuh di mrenjelang dewasa udang putih kembali bermigrasi bergerak meninggalkan daerah laut lepas sampai memijah (Sugiarto, 1979 dalam La Hidi 2002).
Habitat kepiting adalah pada pantai bersubstrat pasir, berlumpur dan di pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai kedalaman 50 meter. Kepiting hidup di daerah estuary kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajugan muda akan kembali ke estuary. Banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa (DKP, 2007).
2.4.Makanan dan Kebiasaan Makan
Sifat makan pada crustacea sangat beraneka ragam, misalnya filter feeder, pemakan bangkai, herbivora, karnifora atau parasit. Filter feeder (penyaring makanan) mendapatkan makanan dengan cara menyaring plankton, detritus dan bakteri menggunakan setae, bukan cillia (Suwignyo, 2005).
Crustacea pemakan bangkai, herbivora atau karnivora mempunyai apendik  ruas-ruas anterior atau apendiks thoraks yang berfungsi untuk mencengkeram atau mengambil makanan, serta maksila dan mandibel yang berfungsi untuk memegang, menggigit dan menggiling makanan. Banyak dari spesis dari crustacea yang menggunakan lebih dari satu cara makan untuk mendapatkan makanannya (Aslan, dkk., 2011).
2.5.  Reproduksi dan Daur Hidup
Kebanyakan crustacea mengerami telurnya, adakalanya anpendik tertentu, pada kantung pengeraman didalam atau diluar tubuh. Pada kebanyakan spesis laut dan beberapa spesis perairan tawar, telur menetas menjadi larva nauplius yang planktonis. Nauplius hanya mempunyai tiga pasang apendik yaitu antena pertama, antena kedua dan mandibel (Suwignyo, 2005). 
Kebanyakan crustacea dioeecious, kecuali cirripedia dan beberapa kelompok lain bersifat hemafrodit. Gonat biasanya panjang dan sepasang, terletak dibagian dorsal thoraks atau abdomen atau kedua-duanya. Umumnya terjadi perkawinan (kopulasi), individu jantan biasanya mempunyai apendik yang mengalami klasifikasi untuk memengang betina, pembuahan didalam (Aslan, dkk., 2011).
2.6.   Nilai Ekonomis
Diantara kelas yang penting dalam filum crustacea adalah copepoda dan malascotracea. Terutama crustacea dan insekta yang mempunyai nilai ekonomi yang besar, sedangkan diantara arachnoida yang menimbulkan dan menyebabkan penyakit baik pada manusia, pada hewan dan pada tumbuhan (Suwignyo, 2005).
Populasi rajungan di alam semakin terancam dengan rusaknya habitat dan juga eksploitasi oleh nelayan di beberapa daerah sehingga mengakibatkan rendahnya ketersediaan rajungan di alam. Penangkapan kepiting rajungan yang berlebih itu tak lepas dari besarnya permintaan untuk ekspor, antara lain ke Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan beberapa negara Eropa. Permintaan pasar terhadap rajungan yang sangat tinggi harus segera diatasi dengan melakukan budidaya/akuakultur terhadap spesies yang dimaksud. Budidaya (Suwignyo, 2011).




III. METODE PRAKTIKUM

3.1.  Waktu dan Tempat
Praktukum Filum Crustacea dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 27 november, pukul 14.00 WITA. Bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2.  Alat dan Bahan
   Alat dan bahan yang digunakan pada Praktikum filum crustacea dapat dilihat pada  tabel  berikut:
Tabel 6. Alat dan Bahan Yang Digunakan Pada Praktikum Filum Crustacea        Beserta   Kegunaannya.
No.
Alat dan Bahan
Kegunaan
1.
Alat


Baki(Dissecting pan)
Untuk meletakkan orgnisme yang diamati.

Pisau bedah(Scalpel)
Untuk membedah/memotong organisme yang diamati.

Pinset (Forceps)
Alat untuk mengangkat bagian-bagian objek.

Buku identifikasi
Untuk mengidentifikasi organisme yang diamati sesuai dengan buku

Kain Lap Halus dan
 Lap Kasar
Untuk mengelap meja setelah praktek selesai
2.
Bahan


Udang Putih
(Panaeus  merguensis)
Organisme/objek yang diamati

Udang Windu
 (Panaeus monodon)
Organisme/objek yang diamati

Kepiting Bakau
(Scylla  serata)
Organisme/objek yang diamati

Kepiting Rajungan
(Portunus  pelagicus)
Lobster
(Panulirus spp.)
Organisme/objek yang diamati

Organisme/objek yang diamati



3.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini ialah sebagai berikut :
1.      Mengambil organisme dari Filum Arthropoda di perairan laut kemudian membawanya ke laboratorium.
2.      Mengamati bentuk morfologi dan anatomi dari organisme tersebut.
3.      Mengambar dan diberi keterangan gambar dari hasil pengamatan tadi.




















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Hasil Pengamatan
          Hasil pengamatan pada praktikum kelas Crustacea ini adalah sebagai berikut
a.  Udang Windu (Penaeus monodon)
                                                                                                Keterangan :
                                                                                                1. Antenula   
                                                                                                2. Antena       
                                                                                                3. Mata
                                                                                                4. Kaki jalan
                                                                                                5. Kaki renang
                                                                                                6. Perut
                                                                                                7. Telson
                                                                                                8. Uropoda
                                                                                                9. Mandible
                                                                                                10. Cephalothorax
                                                                                                11. Caudal
  
Gambar 33. Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)
b.  Udang Putih (Penaeus merguensis)                      
                                                                                                   Keterangan:
                                                                                                 1. Antenula 
                                                                                                 2. Antena           
                                                                                                 3. Mata
                                                                                                 4. Kaki jalan
                                                                                                 5. Kaki renang
                                                                                                 6. Perut
                                                                                                 7. Telson
                                                                                                 8. Uropoda
                                                                                                 9. Mandible
                                                                                               10. Cephalothorax
                                                                                               11. Caudal

Gambar 34. Morfologi Udang Putih (Penaeus merguensis)
c. Kepiting Bakau (Scylla serrata)
                                               
                                                                                                Keterangan :
                                                                                    1. Mata           
                                                                                    2. Anterior lateral margin        
                                                                                    3. Daktilus aktif         
                                                                                    4. karapaks                                                                                      
                                                                                    5. Kaki jalan                                                                  
                                                                                    6. Kaki renang                                                                      
                                                                                    7. Daktulus pasif                                                                     
                                                                                    8. Terior margin                                                                           
                                                                                    9. Epibranchial spina

Gambar 35.  Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)
d. Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)                                                                                       
                                                                                              Keterangan :
1.      Mata                           
2.      Antenna          
3.      Capit                      
4.      kaki jalan         
5.      kaki renang    
6.      karapaks
7.      Posterior margin
8.      Daktilus aktif
9.      Daktilus pasif
10.  Epibranchial spina

Gambar 36. Morfologi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)


e.  Lobster ( Panulirus spp.)

                                                                                                Keterangan :
1.         Mata            
2.         Antenna      
3.         Cephalothorax     
4.         Kaki jalan 
5.    Kaki renang 
6.    Abdomen
                                                                                                 7.    Uropod       
                                                                                                 8.    Cangkang

            Gambar 37. Morfologi Lobster  (Panulirus spp.)
4.2.        Pembahasan
 Pada pengamatan ini kami melakukan pengamatan pada filum crustacea. Pada filum crustacea ini yang diamati pada kelas decapoda dan malacostraca. Pada kelas decapoda bahan amatan yang kami amati adalah udang putih (Panaeus merguensis) dan udang windu (Panaeus monodon). Pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini adalah filum Crustacea. Pada pengamatan Kepiting bakau (Scylla serata) dapat diketahui morfologi  dan anatominya yaitu ; dactilus, propondus,  basis,  mata, Ischium, Merus, Gigi, tarsus, propondus, kaki renang,  dactilus, karapaks, propondus, kaki jalan. Sedangkan pada pengamatan Kepiting rajungan (Portunus pelagicus) dapat diketahui morfologi dan anatominya yaitu ; karapaks, merus, dactilus, movable finger, tarsus, gigi, propondus, epibranchial spine, posterior margin, kaki jalan, basis, kaki renang.
Pada pengamatan udang windu (Panaeus monodon) dan udang putih (Panaeus merguensis) memiliki perbedaan pada bentuk ukuran dimana udang windu lebih besar sedangkan udang putih lebih kecil. Pada sudut pandang warna, udang windu berwarna gelap sementara udang putih agak putih bening. Perbedaan antara udang jantan dan udang betina yaitu terdapat pada alat kelaminnya yang berupa thelyum. Baik pada udang putih maupun udang windu mereka mempunyai genus yang sama oleh karena itu sifat dan ciri-ciri kedua spesies hewan ini tidak jauh berbeda satu sama lainnya. perbedaan yang lain antara udang yang jantan dan betina baik itu pada udang windu maupun udang putih ialah tempat melekatnya telur (sejenis abdomen) dimana pada individu jantan tida ada telur yang melekat pada abdomennya sementara pada individu betina ada, ini terjadi ketika individu betina dalam keadaan matang gonad.
Pada pengamatan Udang putih (Panaeus merguensis), dapat diketahui bentuk morfologi dan anatomi yaitu chepalotora, uropod, perut, karapaks, mata majemuk, kaki jalan, antenulla, kaki renang dan telson. sedangkan pada pengamatan udang windu (Panaeus monodon), dapat diketahi bentuk mofologi dan anatomi yaitu chepalotoraks, telson, perut, uropod, mata majemuk, kaki jalan, antenulla, kaki renang dan karapaks.
Udang putih memiliki siklus hidup bermigrasi bergantung dari spesies dan stadia/fase dalam daur hidunya. Kehidupan udang putih di perairan terdiri dari dua fase yaitu fase laut dan fase muara sungai. Udang putih berkembang setelah megalami empat kali perubahan.. pada tingkatan mysis mengalami tiga kali ganti kulit an selanjutnya bermetamorfosa menjadi larva yang kemudian bermigrasi ke pantai dan cenderung  ke estuari. Hal ini sesuai dengan perkatan Sugiarti (2005) dalam La Hidi (2002) bahwa Udang putih dari keseluruhan siklus hidupnya melewati empat tingkatan dan mengalami empat kali perubahan bentuk yang melalui beberapa tingkatan. Pada tingkatan bermigrasi dari daerah laut lepas bergerak menuju daerah estuari, pada tingkatan mejelang dewasa udang putih kembai bergerak bermigrasi meninggalkan daerah estuari menuju laut lepas dan pada tingkatan dewasa(mature) hidup di laut lepas sampai memijah.
Pada pengamatan kepiting bakau dan rajungan terdapat perbedaan dimana rajungan (Portnus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki warna pada kerapasnya. Duri akhir pada kedua sisi kerapasnya relative lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut. Dengan melihat warna dari kerapas dan bentuk karapaksnya, maka dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau. Hal ini didukung oleh pendapat Suwignyo (2005) bahwa rajungan (Portunus pelagicus) memiliki tempat hidup yang berbeda dengan jenis kepiting bakau (Scylla serata), tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama. Pada Kepiting bakau (Scylla serata) memiliki karapaks berwarna seperti lumpur atau sedikit kehijauan. Panjang karapaksnya hampir sama licin kecuali pada beberapa lekuk bergranula (berbintik kasar). Kepiting bakau terdapat di perairan payau.
Perbedaan antara kepiting jantan dan betina yaitu pada kepiting jantan memiliki abdomen yang panjang sementara kepiting betina mempunyai abdomen yang lebih lebar, abdomen ini merupakan tempat untuk melekatnya telur-telur (ovum) dari kepiting betina. Telur yang menetas mengeluarkan Zoea. Zoea ini akan bergerak menuju pantai atau muara sungai untuk mencari perlindungan dan makanan. Perbedaan selanjutnya ialah badan kepiting betina lebih besar dari pada kepiting jantan dengan umur yang sama. Ini menandakan bahwa kepiting betina lebih cepat perkembangannya dari pada kepiting jantan.
Pada pengamatan lobster (Panulirus spp.). Tubuh lobster terbagi dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang.  Bagian depan terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala, yang disebut carapace. Kelopak kepala bagian depan disebut rostrum atau cucuk kepala. Bentuknya runcing dan bergerigi. Kepala lobster terdiri dari enan ruas. Pada bagian itu terdapat beberapa organ lain. Sepasang mata berada pada ruas pertama. Kedua mata itu memiliki tangkai dan bisa bergerak. Pada ruas kedua dan ketiga terdapat sungut kecil, yang disebut antenula, dan sungut besar yang disebut antena. Bagian belakang terdiri dari badan dan ekor. Kedua bagian itu disebut abdomen. Pada bagian atas abdomen ditutupi dengan enam buah kelopak. Sedangkan bagian bawahnya tidak tertutu, tetapi berisi kaki enam kaki renang. Ekor terdiri dari bagian tengah yang disebut telson, dan bagian samping yang disebut uropda. Hal ini didukung oleh Sugiarti (2005) yang menyatakan bahwa tubuh lobster terbagi dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang.  Bagian depan terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala, yang disebut carapace atau karapaks. Hal ini didukung oleh pernyataan Suwignyo (2005) yang menyatakan bahwa tubuh lobster (Panulirus sp.) terbagi dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang.  Bagian depan terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala, yang disebut carapace.
filum Crustacea  mempunyai arti ekonomis yang tinggi dimana permintaan pasar saat ini lebih meningkat baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri, hal ini membuat banyak orang khususnya para nelayan pesisir untuk meningkakan penangkapan guna memenuhi pemintaan pasar. Spesies ini dapat dikomsumsi sebab memiliki kandungan protein yang besar.

V.   PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
-        Udang Windu termasuk genus “panaeus” dan spesis “panaeus monodon”, sedangkan Udang Putih termaksuk dalam genus “panaeus” dan spesis “panaeus merguensis”.
-        Kepiting Bakau termasuk genus “scyllia” dan spesis “scyllia serata”, sedangkan Kepeting Rajungan termasuk genus “portunus” dan spesis “portunus pelagicus”. 
-        Perbedaan antara udang jantan dan udang betina terlihat pada alat kelamin yakni thuruce pada betina dan petasmo pada jantan.
-        Perbedaan antara kepiting jantan dan betina ialah dapat dilihat pada bentuk dari abdomen yang dimiliki, pada kepiting jantan abdomennya terlihat lebih runcing dan kecil sementara pada kepiting betina terlihat abdomennya lebih besar dan lebih melebar.
5.2.Saran
Saran yang dapat saya berikan selaku praktikan yaitu agar materi yang diperaktekkan dapat  dijelaskan oleh pembimbing, sehingga praktikan mendapatkn ilmu mengenai materi yang dipraktekkan.


                                                                                     


I.  PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Termasuk dalam filum Echinodermata antara lain bintang laut (Asteroidea), teripang laut (Holothuroidea), bintang ular (Ophiuroidea), dan bulu babi (Echinoidea).  Umumnya berukuran besar, yang terkecil berukuran 1 cm.  Terdapat 6.750 spesies hidup, tetapi keanekaragamannya pada masa kini lebih rendah dibandingkan dengan jenis-jenis pada era Paleozoikum.  Echinodermata berasal dari bahasa yunani ”echinus” berarti landak, dan ”derma” berarti kulit.  Hal ini disebabkan bulu babi mempunyai duri-duri panjang seperti landak (Suwignyo, dkk., 2005).
Filum ini dulunya selalu dijadikan satu dengan Coelenterata dalam klasifikasi hewan karena bentuknya yang simetri meruji.  Kesamaannya hanya pada simetri ini saja yang membedakan dua kelompok hewan ini dari kelompok-kelompok hewan yang lain.  Pada Echinodermata berbentuk simetri meruji hanya pada dewasa.  Pada larva, bentuknya simetri bilateral. Beda antara keduanya adalah bahwa Echinodermata mempunyai sistem pencernaan lengkap dengan mulut, usus dan anus, tidak seperti halnya Coelenterata.  Sifat umum selanjutnya filum ini ialah epidermis hewan dari filum ini biasanya berbulu getar dan berisi sel-sel indera dan sel-sel kelenjar.  Osikula  (ossicle), yakni kerangka berupa lempeng-lempeng kapur dalam dinding tubuh dapat berjumlah beberapa, kecil dan tersebar luas dan dapat berukuran besar, jumlahnya besar, kurang lebih tergabung erat menjadi kerangka yang nyata.  Osikula-osikula tertentu biasanya membentuk duri (Romimohtarto, 2007).
Tidak dapat kita pungkiri bahwa di masa yang akan datang secara perlahan namun pasti, pemanfaatan sumber daya hayati laut di Indonesia akan terus mengalami perkembangan terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, energi, bahan baku, perluasan tenaga kerja serta peningkatan pendapatan devisa negara.  Namun masalah yang dihadapi adalah masih kurangnya informasi tentang sumber daya laut yang ada saat ini, salah satu diantaranya adalah fauna echinodermata yang meliputi bintang laut (Asteroidea), teripang (Holothuridea), bulu babi (Echinoidea) dan bintang ular (Ophiuroidea) (Laitupa, 2002).
1.2.   Tujuan dan Manfaat
          Tujuan praktikum dapat mengetahui dan membedakan filum Echinodermata yang terbagi dalam kelas Holothuridea, Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea dan Crinoidea.
          Manfaat praktikum dapat melihat secara langsung secara morfologi dan anatomi, sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Echinodemata.


II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Klasifikasi
          Klasifikasi Teripang Pasir (Holothuria scabra) menurut Rohani (1998) dalam Sartika (2002) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
            Filum : Echinodermata
                          Kelas : Holothuridea
                                     Ordo : Aspidochirotida
                                                 Famili : Aspidochirota
                                                            Genus : Holothuria
                                                                        Spesies : Holothuria scabra








             (Sumber : Dokumen Pribadi, 2011)
Gambar 38. Morfologi Teripang (H.  scabra)



Klasifikasi Bintang Laut (Protoreaster nodosus) menurut Brotowidjoyo (2000), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
         Filum : Echinodermata
                  Kelas : Asteroidea
                           Ordo : Valvatida
                                    Famili : Presteridae
                                             Genus : Protoreaster
                                                      Spesies : Protoreaster nodosus









(Sumber : Dokumen Pribadi, 2011)
Gambar 39. Morfologi Bintang Laut (P.  nodosus)








Klasifikasi Bintang ular (Ophiutricodea nereidina) menurut Brotowidjoyo (2000) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
            Filum : Echinodermata
                          Kelas : Ophiuroidea
                                     Ordo : Valvatida
                                                 Famili : Ophiutricoidea
                                                            Genus : Ophiutricoides
                                                                      Spesies : Ophiutricodea nereidina




           



                                    (Sumber : Dokumen Pribadi, 2011)
    Gambar 40. Morfologi Bintang ular (O.  nereidina)





Klasifikasi Bulu Babi (Diadema sitosum) menurut Brotowidjoyo (2000), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
         Filum : Echinodermata
                  Class : Echinoidea
                           Ordo : Diadematoidea
                                    Famili : Diadematodaei
                                             Genus : Diadema
                                                      Spesies : Diadema sitosum








                                    (Sumber : Dokumen Pribadi, 2011)
Gambar 41. Morfologi Bulu Babi (D.  sitosum)



2.1.   Morfologi dan Anatomi
Echinodermata tidak mempunyai kepala, tubuh tersusun atas sumbu oral aboral. Hewan ini mempunyai kaki ambulakral atau kaki tabung yang mempunyai fungsi sebagai alat gerak.  Echinodermata mempunyai bentuk tubuh simetri radial 5 penjuru meskipun echinodermata termasuk divisi bilateria. Pada waktu larva, echinodermata mempunyai bentuk tubuh simetri bilateral, tetapi setelah dewasa bentuk tubuhnya menjadi simetri radial. Tubuh dari echinodermata tertutup epidermis tipis yang menyelubungi rangka yang terdiri atas pelat-pelat kapur yang bisa digerakan atau tidak bisa digerakan. epidermis dilengkapi dengan tonjolan duri-duri halus dari kapur ( Suwignyo, 2005)
Disebut bintang (P. nodosus) laut karena mempunyai bentuk seperti bintang pentamerous, dimana kebanyakan spesies mempunyai 5 buah tangan.  Permukaan tubuh bintang laut tidak halus karena bertaburan duri-duri, papula dan pedicellaria.  Epidermis dilindungi oleh lapisan kutikula tipis.  Lapisan epidermis mengandung sel kelenjar lendir yang menghasilkan lendir untuk melindungi tubuh.  Sampah atau kotoran yang jatuh pada permukaan tubuh akan menempel pada lendir, kemudian disapu oleh flagela dari sel epitel.  Di bawah epidermis terdapat lapisan tebal jaringan penghubung dimana terdapat susunan rangka dalam.  Beberapa spesies mempunyai tangan kelipatan 5.  Diameter rata-rata antara 10-20 cm, terkecil 1 cm dan terbesar 100 cm sedang mulut terletak di pusat pisin (central disk) (Suwignyo, dkk., 2005).
Kelas Echinoidea berbentuk bola (sub kelas regularia) ataupun pipih (sub kelas iregularia), tanpa penjulur lengan-lengan.  Permukaan tubuh hewan regularia berduri pajang yang dapat digerakkan dan membentuk semacam persendian pada permukaan cangkang (test). Jalur-jalur meridian pada tubuhnya membentuk daerah-daerah ambulakral (yang berlubang untuk penjuluran podia) yang berselang-seling dengan daerah interambulakral (yang tidak berlubang). Hewan kelas ini mempunyai alat pemakan yang khas, yaitu suatu tembolok yang kompleks disebut Aristotle’s lantern. Lima buah jaluran oral yang berfungsi untuk pertukaran gas  (Nontji, 2007).
          Bintang ular (O. nereidina) mempunyai bentuk tubuh seperti uang logam, bundar, dan pipih dengan lengan-lengan yang menjulur mengelilingi tubuh dan mulut di bagian bawah ke arah lima penjuru. Lengan-lengan ini digerakan dengan mudah sehingga membantu hewan ini untuk berjalan dengan cepat bahkan berenang dalam air.  Kelima tangan ini juga bisa digerak-gerakkan sehingga menyerupai ular.  Mulut dan madreporit dari hewan ini terdapat di permukaan oral. Hewan ini tidak mempunyai anus, sehingga sisa makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara dimuntahkan melalui mulutnya (Kimball, 2000).
Teripang (H. scabra) hewan ini mempunyai mulut yang letaknya di ujung anterior dan anus terletak pada ujung posterior. Pada sekeliling mulut mempunyai tentakel yang mempunyai cabang yang berjumlah sebanyak 10 hingga 30 buah.  Di bawah kulit terdapat dermis yang mengandung osikula, selapis otot melingkar, dan 5 otot ganda yang memanjang. Dengan adanya lengan otot ini sehingga memudahkanhewan ini untuk dapat bergerak memanjang ataupun memendek seperti halnya cacing.  Hewan mempunyai bentuk tubuh yang memanjang menyerupai ketimun. Hewan ini mempunyai kulit duri yang sangat halus dan tidak mempunyai lengan. Rangka dari hewan ini direduksi berupa butir-butir kapur di dalam kulit. (Suwignyo, dkk., 2005).
Bulu babi (D. sitosum) mempunyai bentuk tubuh bulat atau pipih bundar, tidak mempunyai tangan, dan mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakan. Diantara duri-duri tersebar pedicellaria dengan 3 gigi. Kebanyakan mempunyai dua macam duri yaitu duri yang panjang dan duri yang pendek. mulut terletak didaerah oral dan dilengkapi lima gigi yang tajam dan kuat yang fungsinya untuk mengunyah   (Nontji, 2007).
2.2.   Habitat dan Penyebaran
Semua jenis echinodermata hidup di laut, mulai daerah litoral sampai kedalaman 6.000 m. daerah indopasifik terutama sekitar pulau-pulau Fhilipina, Kalimantan dan Irian merupakan daerah kaya akan berbagai jenis lili laut, timun laut dan bintang ular. Hewan ini biasanya hidup di pantai dan di dalam laut sampai kedalaman sekitar 366 m. Sebagian hidup bebas, hanya gerakannya lamban, hewan ini tidak ada yang parasit.  Ada sekitar 5.300 jenis echinodermata yang sudah dikenal manusia. Jumlahnya amat banyak, karena musuh hewan ini hanya sedikit (Aslan, dkk., 2011).
Teripang (H. scabra) biasanya hidup dengan bersembunyi dalam lubang atau celah batu dan oral atau juga dengan membenamkan diri dalam lumpur atau pasir laut dan hanya bagian posterior yang tampak. umumnya hewan ini aktif mencari makan pada malam hari.  Hewan ini rentan dengan kodisi lingkungan dan hidup di tempat terlindung atau air tenang, di perairan pantai pada kubangan pasut dan dibalik batu atau memendam pada dasar lunak ( Nontji, 2007).
Habitat bintang laut pada umumnya terdapat di terumbu karang, terutama di lereng terumbu pada kejelukan 2-6 meter. Ada yang ditemukan di paparan terumbu yang terbuka pada saat air surut dan ada yang ditemukan di terumbu karang hidup pada kejelukan 33 m. Untuk bintang laut jenis P. nodusus habitatnya berada di pantai berpasir (Nontji, 2007).
Bulu babi jenis (D. sitosum) banyak dijumpai  di dasar pasir dan terumbu karang, dengan daerah sebaran di perairan Indonesia dan sekitarnya (kawasan Indo-Pasifik Barat) bulu babi jenis ini terdapat pada batu dan lumpur pantai sampai kedalaman 5000 meter, bergerak dengan duri-duri dan kaki tabung (Nontji, 2007).
Habitat dari bintang ular (O. nereidina) adalah daerah pantai atau dasar laut yang tidak terlalu dalam. Bintang ular (O. nereidina) hidup di laut yang dalam, biasanya bersembunyi dibawah rumput laut, batu karang, di pasir, atau lumpur. Hewan ini mempunyai sifat nocturnal yaitu aktif pada malam hari        (Romimohtarto, 2007).



2.3.   Reproduksi dan Daur Hidup
Echinodermata mempunyai kelamin terpisah antara jantan dan betina. Fertilisasi terjadi di luar tubuh, yaitu pada kolom air laut. Telur yang telah dibuahi akan membelah secara cepat menghasilkan blastula, dan selanjutnya berkembang menjadi gastrula. Gastrula ini berkembang menjadi larva, larva atau disebut juga bipinnaria berbentuk bilateral simetri. Larva ini berenang bebas didalam air mencari tempat yang cocok hingga menjadi branchidaria, lalu mengalami metamorfosis dan akhirnya menjadi dewasa. Setelah dewasa bentuk tubuhnya berubah menjadi radial simetri (Brotowidjoyo, 2000).
Beberapa jenis asteroidea melakukan reproduksi aseksual dengan pembelahan, yang disebut Fissiparty artinya membelah dengan jalan fission. Diawali dengan penyekatan pisin pusat menjadi 2 bagian, kemudian memisah, dan masing-masing melengkapi bagian tubuhnya. Linckia terdapat banyak di Samudera Pasifik, mampu melepaskan tangan-tangannya pada pangkal dekat pisin pusat dan tangan-tangan baru, disebut komet karena bentuknya seperti komet (Suwignyo, dkk., 2005).
Bintang ular (O. nereidina) mempunyai jenis kelamin yang terpisah. Hewan ini melepaskan sel kelamin ke air dan hasil pembuahannya akan tumbuh menjadi larva mikroskopis yang mempunyai lengan yang bersilia disebut pluteus. Selanjutnya Pluteus akan mengalami metamorfosis menjadi bentuk seperti bintang laut dan akhirnya menjadi bintang ular (Nontji, 2007).
Pada bulu babi (D. sitosum) reproduksi terjadi secara seksual, dioceous, dan pembuahan di luar. Telur menetas menjadi larva echinopletus yang simetri bilateral, sudah mulai makan, hidup sebagai plankton untuk beberapa bulan, kemudian turun ke substrat dan mengalami metamorfosa menjadi simetri radial, berukuran sekitar 1 mm dan hidup sebagai benthos. Bulu babi dapat mencapai umur 30 tahun  (Aslan, dkk., 2011).
Bintang laut (P. nodosus) umumnya bersifat dioeceous, mempunyai lima pasang gonad pada tiap tangan.  Alat reproduksinya bercabang-cabang yang letaknya terdapat pada setiap lengan.  Telur dan sperma dilepas ke air dan pembuahan terjadi di luar, dua hari kemudian menjadi blastula yang berenang bebas dan masih simetris bilateral (Romimohtarto, 2007).
Teripang (H. scabra) mempunyai alat reproduksi yang umumnya  terpisah, kecuali beberapa jenis, ada yang hermafrodit.  Gonad hanya sebuah yang mempunyai bentuk bercabang-cabang yang menyatu di bagian pangkalnya menjadi sebuah gonoduct.  Sel telur maupun sperma dikeluarkan ke air laut, dan selanjutnya terjadi fertilisasi yang menghasilkan zigot. Zigot tumbuh menjadi larva aurikularia (Brotowidjoyo, 2000).   
2.5.      Makanan dan Kebiasaan Makan
Umumnya filum Echinodermata memakan ganggang, hewan sessil dan bangkai dan beberapa jenis makanan detritus. Makanan bintang laut berupa ikan, tiram, kerang, keong, cacing, Crustacea dan lain-lain. Sejumlah bintang laut dapat menjulurkan sebagian perutnya keluar mulut.  Jika mereka mendapatkan kerang yang sebagian terbuka maka sebagian perutnya dijulurakn keluar mulut ke dalam kerang dan mencernakan isi kerang itu.  Yang lain meletakan bagian perut ini pada kerang dan mencernakan hewan kerang langsung dari rumahnya (Romimohtarto, 2007).
Bulu babi memakan ganggang, hewan sesile dan bangkai, beberapa jenis memakan detritus.  Jenis echinoid yang irregular merupakan deposit feeder dengan memanfaatkan bahan organik yang terdapat dalam lubang tempat tinggalnya (Suwignyo, dkk., 2005).
Teripang (H. scabra) mempunyai makanan berupa bahan organic yang terdapat dalam sampah substrat atau plankton yang melekat pada lendir tentakel. Satu per satu tentakel di masukan kedalam pharink, dan saat tentakel ditarik keluar maka butir-butir makanan yang menempel pada lendir tentakel disapu, dan kemudian ditelan (Suwignyo, dkk., 2005).
Bintang ular (O. nereidina) merupakan suspension feeder, beberapa sebagai filter feeder, atau deposit feeder, dan scavenger. makananannya terdiri atas sebangsa siput (keong), bangsa udang udangan, mollusca, dan crustacea kecil           (Suwignyo, dkk., 2005).
2.6.      Nilai Ekonomis
Beberapa spesies bintang laut dan bintang ular memiliki bentuk dan warna tertentu dijadikan sebagai hiasan pada akuarium.  Spesies Acanster planci terkenal sebagai pemakan hewan karang (Romimohtarto, 2007).
Bulu babi (D. sitosum) dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan.  Yang dimakan adalah organ reproduksi atau gonadnya yang dalam bahasa sehari-hari disebut ”telur bulu babi”.  Telur bulu babi dapat dimakan mentah maupun dimasak dulu. Kadar proteinnya lebih tinggi daripada kadar protein daging kerang.  Di Jepang terkenal makanan yang disebut sushi yang menggunakan telur bulu babi.  Untuk memenuhi permintaan di dalam negerinya, Jepang sampai mengimpor telur bulu babi dari luar negeri.  Jenis-jenis yang potensial untuk diusahakan antara lain Diadema sitosum, Echinometra mathei, Echinothrix calamaris., Salmacis sp. (Nontji, 2007).
Teripang (H. scabra) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai prospek cukup baik dan bernilai ekonomis tinggi, baik pasar lokal maupun internasional. Sebagai salah satu sumber daya hayati perairan pantai, Teripang (Holothuria scabra) mengandung nutrisi yang sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelitian kandungan bahan yang terkandung dalam teripang (Holothuria scabra)  dalam kondisi kering adalah protein 82 %, lemak 1,7 %, kadar air 8,9 %, kadar abu 8,6 % dan karbohidrat 4,8 %  ( Saktiyono, 2005).


III.  METODE PRAKTIKUM
3.1.   Waktu dan Tempat
 Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, Tanggal 3 Desember 2011, Pukul 14.00 WITA sampai selesai dan bertempat di Laboratorium Dasar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo Kendari.
3.2.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum Echinodermata dapat di lihat pada Tabel  berikut:
Tabel  7. Alat dan Bahan beserta kegunaanya
No.            Alat dan Bahan                                              Kegunaan  
 1.           Alat   :
              -  Baki (Dissecting-pan)                               Wadah menyimpan objek
              -  Pinset (forceps)                                         Alat mengambil bahan
2.           Bahan  :
              -  Taripang (H. scabra)                                  Obyek yang diamati
              -  Bintang laut (P. nodosus)                          Obyek yang diamati
              -  Bintang ular (O. nereidina)                        Obyek yang diamati
              -  Bulu babi (D. sitosum)                               Obyek yang diamati


3.3.   Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini yaitu sebagai berikut :
-           Mengumpulkan organisme laut yang termasuk dalam kelas Holothuridea, Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea dan Crinoidea.
-           Melakukan pengamatan secara morfologi dan anatomi.
-           Menggambar organisme tersebut dan melengkapi dengan bagian-bagiannya berdasarkan hasil pengamatan.





IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.Pengamatan pada Teripang Pasir (H. scabra)
                                                                                           Keterangan :
1.      Anterior
2.      Tentakel
3.      Posterior
4.      Anus
5.      Perut
Gambar 42. Morfologi Teripang Pasir (H. scabra)
                                                                                    Keterangan:
1.      Rectum
2.      Respirotory tree
3.      Gonad
4.      Madreporic body
5.      Feeding Tentacle
6.      Mulut
7.      Paleareow ring
8.       Ampulla of tentacle
9.      Ring canal
10.  Polian vesicle
11.  Ampulla of tube foot
12.  Cuverian tubule
13.  Terminal tentakel
14.  anus

Gambar 43. Anatomi Teripang (Holothuria scabra)



2.Pengamatan pada Bintang Laut (P. nodosus)
a. Tampak Dorsal
                                                                                         Keterangan :
1.      Papila
2.      Anus
3.      Madreporid
4.      Lengan



Gambar 44. Morfologi Bintang Laut (P. nodosus) tampak dorsal
b.Tampak ventral

                                                                                                            Keterangan :
1.   Kaki tabung
2.   Mulut

Gambar 45. Morfologi Bintang Laut (P. nodosus) tampak ventral
3. Pengamatan pada Bintang ular ( O. nereidina)       
a. Tampak dorsal
                                                                                          Keterangan :
                                                                                    1.  Spines
                                                                                          2.  Madreporit
                                                                                          3.  Bursal slits
                                                                                          4.  Mulut
                                                                                          5.  Podial pules
Gambar 46. Morfologi Bintang ular ( O. nereidina) tampak dorsal

b.  Tampak ventral

                                                                                                Keterangan:
1.      Lengan/ tentakel
2.      Madreporit           







Gambar 47. Morfologi Bintang ular ( O. nereidina) tampak ventral
4.  Pengamatan Bulu babi ( D. sitosum) 
  1. Tampak dorsal
                                                                                           Keterangan :
1.      Mulut
2.      Kaki tabung
3.      Ambulakral
4.      Test


Gambar 48. Morfologi Bulu babi ( D. sitosum)

  1. Anatomi Bulu Babi (D. sitosum)
                                                                                                Keterangan :
                                                                                          1.         Axial organ 
                                                                                          2.         Test
                                                                                          3.         Esophagus
                                                                                          4.         siphon
                                                                                          5.         stone caral
                                                                                          6.         periproct
                                                                                          7.         Anus
                                                                                          8.         Genital pore
                                                                                          9.         stomach
                                                                                                10.       madreporite
                                                                                                11.       Tube feet
                                                                                                12.       Radial canal
                                                                                                13.       Nerve ring



Gambar 49. Anatomi Bulu babi ( D. sitosum)
4.2.   Pembahasan
Pengamatan pada bintang laut (P. nodosus) hewan ini mempunyai lengan sebanyak 5 buah, mulut terdapat dibawah sedangkan anus terdapat di bagian atas.  Permukaan yang ditempati mulut tersebut disebut permukaan oral sedangkan permukaan yang ditempati anus disebut permukaan aboral.  Alat geraknya adalah podia dan terdapat banyak kaki-kaki amburakral di sepanjang lengannya dan pada ujung-ujung lengan terdapat titik mata, terdapat pula duri-duri yang berbentuk catut yang berfungsi untuk membersihkan tubuhnya dari benda-benda asing dan untuk melindungi papilla. Bagian aboral terdapat duri-duri yang berfungsi sebagai tempat keluar-masuknya air (madreporit). Pada anus terdapat dua saluran yaitu saluran makanan dan saluran reproduksi. Pada waktu tertentu hewan ini dapat menjulurkan lambungnya keluar untuk memangsa makanannya yang berukuran besar serta hewan ini dapat beregenerasi dengan mudah. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Suwignyo, dkk., (2005) bahwa biasanya disebut bintang laut karena mempunyai bentuk seperti bintang pentamerous, dimana kebanyakan spesies mempunyai 5 buah tangan.  Beberapa spesies mempunyai tangan kelipatan 5.  Diameter rata-rata antara 10-20 cm, terkecil 1 cm dan terbesar 100 cm.  Mulut terletak di pusat pisin (central disk).  Seluruh permukaan pisin pusat dan tangan terdapat lekukan memanjang.  Pada tiap lekukkan terdapat 2-4 deret kaki tabung.  Pada tiap ujung tangan terdapat tentakel dengan bintik pigmen merah.  Anus (kalau ada) terdapat ditengah-tengah pisin aboral, dimana juga terdapat madreporit. Permukaan tubuh bintang laut tidak halus karena bertaburan duri-duri, papula (dermal branchia) dan pedicellaria.  Epidermis dilindungi oleh lapisan kutikula tipis. Lapisan epidermis mengandung sel kelenjar lendir yang menghasilkan lendir untuk melindungi tubuh. Sampah atau kotoran yang jatuh pada permukaan tubuh akan menempel pada lendir, kemudian disapu oleh flagela dari sel epitel.
Pengamatan pada bintang ular (O. nereidina) di mana diketahui hewan ini mempunyai lengan yang panjang sebanyak lima buah.  Pada bagian oral terdapat madreporit dan hewan ini tidak memiliki anus.  Lengan-lengannya bersifat lentur sehingga dapat membantu proses pergerakannya di dalam air.  Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan (2011) yang mengatakan bahwa hewan ini mempunyai batas jelas terhadap cakram pusatnya.  Cakram pusatnya pipih dengan permukaan aboral ada yang halus, bergranla dan dapat ditutupi lempengan-lempengan berkapur.  Lengan-lengan hewan ophiuroidea panjang dan langsing berfungsi untuk pergerakan.
Pengamatan pada bulu babi (D. sitosum) dimana diketahui bahwa morfologi tubuhnya berbentuk bulat dan datar, menyerupai oval (setengah bola) dengan cangkang keras berkapur dengan dipenuhi dengan duri-duri yang panjang berwarna hitam yang rapuh dan tidak mempunyai lengan sebagaimana bintang laut, pada permukaan tubuhnya terdapat duri yang menyerupai jarum. Hewan ini memiliki alat untuk bergerak yang disebut kaki tabung (tube feel) yang mencuat di antara duri-duri tubuhnya pada sisi oral.  Pada bagian oral ditemukan adanya gigi yang disebut “lantera aritotle’s’ yang berguna untuk mencari atau mengoyak mangsanya, sedangkan pada bagian aboral ditemukan adanya anus yang berguna untuk proses pengeluaran. Pernyataan ini didukung oleh Suwignyo (2005) bahwa kelas Echinoidea berbentuk bola (sub kelas regularia) ataupun pipih (sub kelas iregularia), tanpa penjulur lengan-lengan. Permukaan tubuh hewan regularia berduri pajang yang dapat digerakkan dan membentuk semacam persendian pada permukaan cangkang (test). Jalur-jalur meridian pada tubuhnya membentuk daerah-daerah ambulakral (yang berlubang untuk penjuluran podia) yang berselang-seling dengan daerah interambulakral (yang tidak berlubang). Hewan kelas ini mempunyai alat pemakan yang khas, yaitu suatu tembolok yang kompleks disebut (Aristotle’s lantern).  Lima buah jaluran oral yang berfungsi untuk pertukaran gas.
Pengamatan pada teripang (H. scabra) hewan ini merupakan salah satu hewan kelas echinodermata yang semuanya hidup di laut.  Bentuk tubuh dari anggota kelas ini tidak berlengan,lembek, mulut dan anus berada di daerah yang berlawanan.  Mulut dikelilingi oleh tentakel dan di bagian tubuhnya terdapat kaki tabung yangberfungsi sebagai alat gerak.  Tubuh taripang memanjang dan diseluruh tubuhnya terdapat duri-duri yang tersusun dari zat kapur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sartika (2002) yang menjelaskan bahwa taripang merupakan salah satu dari kelas echinodermata atau binatang berkulit duri yang semua hidup di laut dan sebagian besar sebagai organisme penghuni dasar perairan. Tubuh taripang umumnya lembek, berotot, memanjang, serta mulut dan anus berada di arah yang berlawanan. Mulut dikelilingi oleh sejumlah tentakel atau lengan-lengan peraba yang berjumlah antara 5-30 buah, tersusun di dalam satu lingkaran atau lebih. Bentuk tentakelnya ada yang seperti pohon bercabang-cabang atau seperti perisai. 
Pada umumnya echinodermata mempunyai kelamin terpisah antara jantan dan betina.  Fertilisasi terjadi di luar tubuh, yaitu pada kolom air laut.  Telur yang telah dibuahi akan membelah secara cepat menghasilkan blastula, dan selanjutnya berkembang menjadi gastrula.  Gastrula ini berkembang menjadi larva, larva atau disebut juga bipinnaria berbentuk bilateral simetri.  Larva ini berenang bebas didalam air mencari tempat yang cocok hingga menjadi branchidaria, lalu mengalami metamorfosis dan akhirnya menjadi dewasa. Setelah dewasa bentuk tubuhnya berubah menjadi radial simetri. Brotowidjoyo (2000) mendukung pernyataan ini dimana telah dijelaskan umumnya echinodermata mempunyai kelamin terpisah antara jantan dan betina.  Fertilisasi terjadi di luar tubuh, yaitu pada kolom air laut.  Telur yang telah dibuahi akan membelah secara cepat menghasilkan blastula, dan selanjutnya berkembang menjadi gastrula. Gastrula ini berkembang menjadi larva, larva atau disebut juga bipinnaria berbentuk bilateral simetri. Larva ini berenang bebas didalam air mencari tempat yang cocok hingga menjadi branchidaria, lalu mengalami metamorfosis dan akhirnya menjadi dewasa.  Setelah dewasa bentuk tubuhnya berubah menjadi radial simetri.
Filum Echinodermata memakan ganggang, hewan sessil dan bangkai dan beberapa jenis makanan detritus.  Makanan bintang laut berupa ikan, tiram, kerang, keong, cacing, Crustacea dan lain-lain.  Sejumlah bintang laut dapat menjulurkan sebagian perutnya keluar mulut.  Jika mereka mendapatkan kerang yang sebagian terbuka maka sebagian perutnya dijulurakn keluar mulut ke dalam kerang dan mencernakan isi kerang itu, yang lain meletakan bagian perut ini pada kerang dan mencernakan hewan kerang langsung dari rumahnya. Pernyataan tersebut di dukung oleh  Romimohtarto (2007) yang menjelaskan bahwa filum Echinodermata memakan ganggang, hewan sessil dan bangkai dan beberapa jenis makanan detritus. Makanan bintang laut berupa ikan, tiram, kerang, keong, cacing, Crustacea dan lain-lain.  Sejumlah bintang laut dapat menjulurkan sebagian perutnya keluar mulut.  Jika mereka mendapatkan kerang yang sebagian terbuka maka sebagian perutnya dijulurakn keluar mulut ke dalam kerang dan mencernakan isi kerang itu.
Secara umum echinodermata ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan. Menguntungkan bagi manusia adalah bintang laut karena banyak digunakan sebagai hiasan tetapi penangkapan besar-besaran bintang laut ini akan punah.memiliki. Teripang mempunyai nilai ekonomis bagi manusia, bila dikeringkan dapat dijadikan kerupuk atau sup. Bulu babi bemamfaat untuk dikomsumsi dan memiliki protein tinngi. Hewan bintang laut dapat merugikan dalam rangka pembenihan mutiara karena akan memakan kerang.  Pernyataan ini didukung oleh Aslan (2011) yang menjelaskan bahwa filum echinodermata ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan. Menguntungkan bagi manusia adalah bintang laut karena banyak digunakan sebagai hiasan tetapi penangkapan besar-besaran bintang laut ini akan punah.memiliki. Teripang mempunyai nilai ekonomis bagi manusia, bila dikeringkan dapat dijadikan kerupuk atau sup. Bulu babi bemamfaat untuk dikomsumsi dan memiliki protein tinngi. Hewan bintang laut dapat merugikan dalam rangka pembenihan mutiara karena akan memakan kerang.



   V.   PENUTUP
5.1.   Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
-            Morfologi bulu babi (D. sitosum) yang berbentuk seperti bola dengan cangkang keras dari zat kapur yang ditutupi oleh duri-duri yang memanjang dan berwarna hitam.  
-            Morfologi binatang laut (P. nodosus) yang memiliki lima lengan dan pada permukaan tubuhnya terdapat duri yang disebut pappila dengan mulut di bagian anus dan oral dibagian oboralya.  
-            Morfologi binatang ular (O. nereidina) memiliki lima lengan yang panjang digunakan untuk pergerakan dan dibantu oleh kaki ambulakralya.
-            Morfologi teripang (H. scabra) mempunyai tubuh seperti sosis dan berlendir dengan mulut yang dikelilingi oleh tentakel dibagian anterior dan anus dibagian posteriorya.
5.2.   Saran
Saran yang dapat saya berikan untuk praktikum ini adalah agar praktikum mendatang  dapat dilakukan dengan lebih baik lagi dari pada praktikum sekarang ini. Serta ucapan terima kasih kepada asisten pembimbing yang terus membimbing kita sampai akhir praktikum.



DAFTAR PUSTAKA
Amir. I dan Budiyanto., 1996. Oseana.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.Lipi. Jakarta. 31 Hal.

Aslan.Iba W. Kamri S. Subhan. Purnama F.M. Jaya I. Rahmansyah. Saputra R. Tiar S. Mulyani Tri. Kasendri R.A. Zhuriani. dan Rauf R.A., 2011. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Universitas Haluoleo. Kendari. 25 Hal.

Brotowidjiyo, 2000. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta. 99 Hal.

Dharma. B., 2000. Siput dan Kerang Indonesia I. Sarana Graha. Jakarta. 112 Hal.

DKP, 2007. Perkembangan Perekonomian Pesisir. DKP Library. Jakarta. 15 Hal.

Elisnawaty, 2001. Studi kondisi terumbu karang berdasarkan distribusi jenis ikan kepe- kepe (Famili chaetodontidae) sebagai bioindikator diperairan pulau barrang lompo. Sulawesi selatan. Universitas Haluoleo. Kendari. 66 Hal.

Erifina, 2007. Studi Kepadatan dan Distribusi Kerang Lentera (Lingula unguis) Diperairan Pantai Desa Tani Indah Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Universitas Haluoleo. Kendari. 46 Hal.

Hamzah, 2002. Apa Dan Mengapa Ubur-Ubur. Yudhis Tira. IPB. Bogor. 22 Hal.

Hari. H., 2008. Materi Perkuliahan Avertebrata Air Pokok Bahasan Filum Porifera. FPIK Unhalu. Kendari.10 Hal.

Kikie, 2006. Hewan Invertebrata Air. UGM. Jogjakarta. 126 Hal.

Kimball. j.w., 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta. 216 Hal.

La Hidi. 2002. Studi Habitat Udang Putih (Panaeus merguensis) Sekitar Muara Sungai Wasolangka Kabupaten Muna. Sulawesi Tenggara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari. 36 Hal.

Laitupa. O. P., 2002.  Struktur Komunitas Fauna Echinodermata Pada Daerah Sub Litoral Desa Sorue jaya Kecamatan Soropia Kabupaten Kendari.  Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.  Universitas Haluoleo.  Kendari. 56 Hal.

Mudjiono dan Suparman. M., 2000. Oceana Majalah Ilmiah Semi Populer Lembaga Ilmiah Penelitian Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi. Jakarta. 36 Hal.

Nawangsari, 2000. Zoologi. Erlangga. Jakarta. 89 Hal

Nontji. A., 2000. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. 200 Hal.

_______.,  2007.  Laut Nusantara.  Djambatan.  Jakarta. 125 Hal.

Oemardjati. S.B., 2000.  Taksonomi Avertebrata. Universitas Indonesia.Jakarta.39 Hal

Parlan. G.N., 2006. Pengaruh Penggunaan Bagian Buah Kelapa (Cocos nuvicera) Sebagai Pakan Terhadap Pertumbuhan Cacing Laut (Nereis sp.) dalam Wadah Pemeliharaan. Skripsi. Fakultas Parikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari. 62 Hal.

Pratiwi. D.A., 2000. Buku Penuntun Praktikum Biologi I. Erlangga. Jakarta. 97 Hal.

Romi, 2001. Biologi umum. Djambatan. Bandung. 117 Hal.

Romimohtarto. K dan Juwana. S., 2007. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang  Biota Laut. Djambatan.Jakarta. 249 Hal.

Rusyana, A., 2011. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik). Alfabeta. Bandung. 25 Hal.

Sabaryah, S., 2005. Identifikasi dan Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Udang Windu Yang Dipelihara Di Tambak Semi Intensif  Desa Atowato Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Sulawesi Tenggara. Universitas Haluoleo. Kendari. 45 Hal.

Saktiyono, 2005. Biologi Laut. PT Intan Pariwara. Jakarta. 101 Hal.

Sartika. Dewi., 2002. Aspek Biologi Reproduksi Teripang Pasir (Holothuria scabra) di Perairan Pantai Desa Sorue Jaya Kecamatan Soropia Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara.  Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.  Universitas Haluoleo.  Kendari. 42 H al.

Simmon, 2004. The Clam Worm. Bali Pos. Bali. 16 Hal.

Sudarno, 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta. 78 Hal.

Sugiarti, 2000. Invertebrata. Lembaga Sumberdaya Informasi. IPB. Bogor. 69 Hal

Suwignyo. S. Widigdo. B. Wardiatno. Y. Krisanti. M.. 2005. Avertebrata Air Jilid II. Penebar Swadaya.Djambatan. Jakarta.

Tomu Rusman. 2002. Studi Jenis Makanan Kepiting Bakau (Scylla Serata) yang Tertangkap Pada Perairan Hutan Magrove Keseluruhan Tinanggea. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari. 44 Hal.

Warditno. 2002. Makhluk Hidup. Erlangga. Jakarta. 67 Hal.

Yahya H.. 2003. Tempat Berteduh Di Bawah Laut. UI Press. Jakarta. 37 Hal.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar